Nasab Al-Faqih Al-Muqaddam Al-Imam Muhammad bin Ali Ba ‘Alawi
ra
Sayyidina Al-Imam Al-Faqih Al-Muqaddam muhammad bin Sayyidina Ali bin
Sayyidina Al-Imam Muhammad Shohib Marbat bin Sayyidina Al-Imam Kholi’ Qosam bin
Sayyidina Alwi bin Sayyidina Al-Imam Muhammad Shohib As-Shouma’ah bin Sayyidina
Al-Imam Alwi Shohib Saml bin Sayyidina Al-Imam Ubaidillah Shohibul Aradh bin
Sayyidina Al-Imam Muhajir Ahmad bin Sayyidina Al-Imam Isa Ar-Rumi bin Sayyidina
Al- Imam Muhammad An-Naqib bin Sayyidina Al-Imam Ali Al-Uraydhi bin Sayyidina
Al-Imam Ja’far As-Shodiq bin Sayyidina Al-Imam Muhammad Al-Baqir bin Sayyidina
Al-Imam Ali Zainal Abidin bin Sayyidina Al-Imam As-Syahid Syababul Jannah
Sayyidina Al-Husein. Rodiyallahu ‘Anhum Ajma’in.
Beliau adalah bapak dari
semua keluarga Alawiyin, keindahan kaum muslimin dan agama Islam, batinnya
selalu dalam kejernihan yang ma'qul dan penghimpun kebenaran yang manqul,
mustanbituhl furu' minal ushul, perumus cabang-cabang hukum syara', yang digali
dari pokok-pokok ilmu fiqih, syaikh syuyukhis syari'ah (maha guru ilmu
syari'ah), imamul ahlil hakikat (pemimpin para ahli hakikat), sayidul thoifah
ash-shufiyah (penghulu kaum sufi), murakidz dairatul wilayah ar-rabbaniyah,
Qudwatul Ulama al-Muhaqqiqin (panutan para ulama ahli ilmu hakikat), tajul
a'imah al-arifin (mahkota para imam ahli ma'rifat), jamiul kamalat (yang
terhimpun padanya semua kesempurnaan).
Yang pertama kali dijuluki 'al-Faqih
al-Muqaddam' adalah waliyullah Muhammad bin Ali bin Muhammad Shahib Marbad. Soal
gelar yang disandangnya, karena waliyullah Muhammad bin Ali seorang guru besar
yang menguasai banyak sekali ilmu-ilmu agama diantaranya ilmu fiqih. Salah
seorang guru beliau Ali Bamarwan mengatakan, bahwa beliau menguasai ilmu fiqih
sebagaimana yang dikuasai seorang ulama besar yaitu al-Allamah Muhammad bin
Hasan bin Furak al-Syafi'i', wafat tahun 406 Hijriah. Sedangkan gelar
al-Muqaddam di depan gelar al-Faqih yang berasal dari kata Qadam yang berarti
lebih diutamakan, dalam hal ini waliyullah Muhammad bin Ali sewaktu hidupnya
selalu diutamakan sampai setelah beliau wafat maqamnya yang berada di Zanbal
Tarim sering diziarahi kaum muslimin sebelum menziarahi maqam waliyullah
lainnya.Waliyullah Muhammad bin Ali dilahirkan di kota Tarim, beliau anak laki
satu-satunya dari Imam Ali bin Muhammad Shahib Marbat yang menurunkan 75 leluhur
kaum Alawiyin, sedangkan Imam Alwi bin Muhammad Shahib Marbad menurunkan 16
leluhur Alawiyin. Sayyid Muhammad bin Ali yang terkenal dengan nama al-Faqih
al-Muqaddam ialah sesepuh semua kaum Alawiyin. Beliau dilahirkan pada tahun 574
H di Tarim. Beliau seorang yang hafal al-quran dan selalu sibuk menuntut
berbagai macam cabang ilmu pengetahuan agama hingga mencapai tingkat sebagai
mujtahid mutlak. Mengenai Imam al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin Ali, Sayyid
Idrus bin Umar al-Habsyi dalam kitabnya Iqdul Yawaqiet al-Jauhariyah mengatakan:
" Dari keistimewaan yang ada pada Sayyidina al-Faqih al-Muqaddam adalah tidak
suka menonjolkan diri, lahir dan batinnya dalam kejernihan yang ma'qul (semua
karya pemikiran) dan penghimpun kebenaran yang manqul (nash-nash Alquran dan
Sunnah). Penulis buku al-Masyra' al-Rawy berkata: "Beliau adalah seorang
mustanbith al-furu' min al-ushul (ahli merumuskan cabang-cabang hukum syara'
yang digali dari pokok-pokok ilmu fiqih. Ia adalah Syaikh Syuyukh al-syari'ah
(mahaguru ilmu syari'ah) dan seorang Imam ahli hakikat, Murakiz Dairah
al-Wilayah al-Rabbaniyah, Qudwah al-'Ulama al-Muhaqqiqin (panutan para ulama
ahli ilmu hakikat),Taj al-A'imah al-'Arifin (mahkota para Imam ahli ma'rifat)
dan dalam segala kesempurnaannya beliau berteladan kepada Amir al-Mukminin (Imam
Ali bin Abi Thalib). Thariqahnya adalah kefakiran yang hakiki dan kema'rifatan
yang fitrah."
Selain dikenal sebagai ulama yang ketinggian ilmunya diakui
oleh para Ulama Hadramaut. Beliau juga terkenal sebagai dermawan yang suka
memperhatikan nasib rakyat miskin. Setiap hari di bulan Ramadhan, rumahnya
selalu ramai oleh antrian faqir miskin yang menanti pembagian sedekah
kurma.
Di rumahnya memang selalu tersedia kurma khusus untuk menyimpan 360
guci penuh kurma, setiap hari dibagikan satu guci kurma, sehingga dalam setahun
habis 360 guci. Kurma itu adalah hasil kebun yang memang khusus untuk faqir
miskin.
Tak mengherankan jika namanya cukup harum di kalangan masyarakat
Tarim, ibu kota Hadramaut kala itu. Apalagi beliau juga dikenal sebagai Al-‘Arif
billah, Ulama besar, pemuka para Imam dan Guru, suri teladan bagi Al-‘Arifin,
penunjuk jalan bagi As-Salikin, Imam bagi Tarekat Alawiyah, yang mendapatkan
kewalian dan Karamah luar biasa, yang mempunyai jiwa bersih.
Beliau adalah
Habib Muhammad bin Ali bin Muhammad Shahib Mirbath atau yang lebih dikenal
dengan sebutan Al-Faqih Al-Muqaddam, Ahli Fiqih yang unggul. Beliau adalah sosok
ulama yang mendapat keistimewaan dari Allah SWT, sehingga mampu menyingkap
rahasia ayat-ayatnya. Allah SWT juga memberinya kemampuan untuk menguasai
berbagai macam ilmu, baik lahir maupun batin.
Imam Muhammad bin Ali adalah
penutup para wali yang mewarisi maqom Rasulullah saw, yaitu maqom qutbiyah
al-kubro (wali quthub besar). Beliau lahir tahun 574/1154 M di kota Tarim,
dididik dengan didikan Tuhannya, hafal alquran, menguasai makna yang tersurat
maupun makna yang tersirat dari alquran.
Di masa remaja, beliau menuntut
ilmu kepada para ulama besar, antara lain:
• Al-Allamah Al-Faqih Abul
Hasan Ali bin Ahmad bin Salim Marwan Al-Hadhrami, seorang guru yang agung,
pemuka para ulama besar di Tarim
• Al-Faqih Asy-Syekh Salim bin Fadl
•
Imam Al-Faqih Abdullah bin Abdurrahman bin Abu Ubaid, pengarang kitab Al-Ikmal
‘alat Tanbih.
Kecerdasannya sudah tampak sejak masa kanak-kanak, sehingga
beliau sering mendapat perhatian lebih dari guru-gurunya. Salah seorang gurunya,
Al- Imam Abdullah bin Abdurrahman, hanya akan memulai pelajaran jika muridnya
yang istimewa itu sudah hadir.
Selain itu, beliau juga belajar kepada
beberapa Ulama besar yang lain, seperti:
• Al-Qadhi Al-Faqih Ahmad bin
Muhammad Ba’Isa
• Al-Imam Muhammad bin Ahmad binAbul Hubbi
• Asy-Syekh
Sufyan Al-Yamani
• As-Sayid Al-Imam Al-Hafidz Ali bin Muhammad bin Jadid
•
As-Sayid Al-Imam Salim bin Basri
• Asy-Syekh Muhammad bin Al-Khatib
•
pamannya sendiri As-Sayid Alwi bin Muhammad Shahib Mirbath
Imam Muhammad
bin Ali belajar fiqih Syafii kepada Syaikh Abdullah bin Abdurahman Ba'abid dan
Syaikh Ahmad bin Muhammad Ba'Isa, belajar ilmu ushul dan ilmu logika kepada Imam
Ali bin Ahmad Bamarwan dan Imam Muhammad bin Ahmad bin Abilhib, belajar ilmu
tafsir dan hadits kepada seorang mujtahid bernama Sayid Ali bin Muhammad
Bajadid, belajar ilmu tasawuf dan hakikat kepada Imam Salim bin Basri, Syaikh
Muhammad bin Ali al-Khatib dan pamannya Syaikh Alwi bin Muhammad Shahib Marbath
serta Syaikh Sufyan al-Yamani yang berkunjung ke Hadramaut dan tinggal di kota
Tarim.
Dalam mengambil sanad keilmuan dan tarekat, beliau mengambil dari
dua jalur:
• Jalur pertama dari orang tua dan pamannya, sementara orang
tua dan pamannya mengambil dari kakeknya, dan terus menyambung, akhirnya sampai
kepada Rasulullah SAW.
• Jalur kedua dari seorang ulama besar pemuka
sufi, Syeikh Abu Madyan Syu’aib, melalui dua muridnya, yaitu Abdurrahman
Al-Maq’ad Al-Maghribi dan Abdullah Ash-Shaleh Al-Maghribi. Syekh Abu Madyan
mengambil dari gurunya, gurunya mengambil guru sebelumnya, dan terus sambung
menyambung, akhirnya sampai kepada Rasulullah SAW.
Masa mudanya beliau
jalani dengan penuh kesungguhan untuk mencari segala hal yang dapat mendekatkan
diri kepada Allah SWT. Beliau berpegang pada Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah
SAW, serta mengikuti jejak para sahabat dan para salafus shalihiin, ulama klasik
yang sholeh.
Dengan mujahadah, ikhtiar, yang cukup keras, beliau berhasil
memperoleh akhlaq mulia dan menghiasinya dengan adab-adab yang sesuai dengan
Syari’at. Sebagian besar waktunya, beliau habiskan untuk menuntut ilmu, sehingga
dalam waktu yang relative singkat, beliau sudah mengungguli beberapa ulama yang
juga mengakuinya. Mereka juga mengakui kemampuannya untuk menjadi
Imam.
Dengan usaha yang keras, dalam usia yang relatif muda, kemampuan
tarekatnya sudah mencapai peringkat Al-Arif billah. Hanya karena kuasa Allah SWT
yang berkenan mengarunia kekuatan dan keyakinanlah, beliau dapat memperoleh
kekhususan yang tidak didapatkan para wali qutub, tokoh wali, yang
lainnya.
Boleh dikata, sedetikpun hatinya tidak pernah kosong dalam
berhubungan dengan Allah SWT. Sosoknya penuh dengan sikap tawaduk dan menyukai
ketertutupan, tidak pernah pamer. Suatu ketika beliau berkirim surat kepada
seorang pemuka sufi bernama Syekh Sa’ad bin Ali Adz-Dzafari. Setelah membacanya,
Syekh Sa’ad terkagum-kagum karena merasakan asrar, rahasia kewalian dan anwar,
cahaya kewalian, didalamnya.
Dalam jawabannya, Syekh Sa’ad antara lain
menulis:
“Wahai Faqih, orang yang diberi karunia oleh Allah SWT yang tidak
dipunyai oleh siapapun, engkau adalah orang yang paling mengerti syariat dan
hakikat, baik yang lahir maupun yang batin.”
Di antara sikap tawadhu'nya, ia
tidak mengarang kitab-kitab yang besar akan tetapi ia hanya mengarang dua buah
kitab yang berisi uraian yang ringkas. Kitab tersebut berjudul Bada'ia Ulum
al-Mukasysyafah dan Ghoroib al-Musyahadat wa al-Tajalliyat. Kedua kitab tersebut
dikirimkan kepada salah seorang gurunya Syaikh Sa'adudin bin Ali al-Zhufari yang
wafat di Sihir tahun 607 hijriyah. Setelah melihat dan membacanya ia merasa
takjub atas pemikiran dan kefasihan kalam Imam Muhammad bin Ali. Kemudian surat
tersebut dibalas dengan menyebutkan di akhir tulisan suratnya: "Engkau wahai
Imam, adalah pemberi petunjuk bagi yang membutuhkannya". Imam Muhammad bin Ali
pernah ditanya tentang 300 macam masalah dari berbagai macam ilmu, maka beliau
menjawab semua masalah tersebut dengan sebaik-baiknya jawaban dan
terurai.
Rumah beliau merupakan tempat berlindung bagi para anak yatim, kaum
faqir dan para janda. Jika rumah beliau kedatangan tamu, maka ia menyambut dan
menyediakan makanan yang banyak, dimana makanan tersebut tersedia hanya dengan
mengangkat tangan beliau dan para tamu untuk berdoa dan meminta kepada Allah
swt. Sebagaimana Sabda Rasulullah saw: "Sesungguhnya para saudaraku jika ia
mengangkat tangannya untuk meminta makanan, maka akan tersedia makanan tersebut
dalam jumlah yang banyak".
Tentang ketokohan dan kepribadiannya, Imam
Syekh Abdurrahman As-Segaf berkata :
”Aku tidak pernah melihat atau
mendengar suatu kalam yang lebih kuat daripada kalam Al-Faqih Al-Muqaddam
Muhammad bin Ali, kecuali kalam para nabi. Dan aku tidak dapat mengunggulkan
seorang walipun kecuali para sahabat nabi, atau orang yang mendapat kelebihan
melalui hadits seperti Uwais Al-Qarni atau Al-Faqih Muqaddam.”
Imam al-Faqih
al-Muqaddam pernah berkata kepada kaummnya: "Kedudukan saya terhadap kalian
seperti kedudukan Nabi Muhammad kepada kaumnya". Di lain riwayat Syaikh
Abdurahman Assaqqaf berkata: "Kedudukan aku terhadap kalian seperti kedudukan
nabi Isa terhadap kaumnya". Berkata Syaikh al-Kabir Abu al-Ghoits Ibnu Jamil:
"Derajat kami tidak akan sampai seperti derajat Imam al-Faqih al-Muqaddam,
kecuali hanya sampai setengahnya saja". Dalam salah satu kalimat yang ditulisnya
kepada gurunya Syaikh Sa'aduddin, Imam al-Faqih al-Muqaddam berkata: "Aku telah
dimi'rajkan ke Sidratul Muntaha sebanyak tujuh kali (di lain riwayat dua puluh
tujuh kali)".
Para ulama Hadramaut mengakui bahwa al-Faqih al-Muqaddam
Muhammad bin Ali adalah seorang mujtahid mutlaq. Di antara keramatnya adalah:
Ketika anak beliau Ahmad mengikuti al-Faqih al-Muqaddam ke suatu wadi di
pertengahan malam, maka sesampainya di wadi tersebut beliau berdzikir dengan
mengeluarkan suara, maka batu dan pohon serta makhluq yang ada di sekeliling
tempat itu semuanya ikut berdzikir. Beliau dapat melihat negeri akhirat dan
segala kenikmatannya hanya dengan melihat di antara kedua tangannya, dan melihat
dunia dengan segala tipu dayanya melalui kedua matanya.
Sepanjang
hidupnya beliau banyak mengalami pengalaman spiritual, antara lain bertemu Nabi
Hud dan Nabi Khidir. Suatu hari ketika berziarah ke makam Nabi Hud, beliau
tertinggal;
“Ketika itu aku duduk di suatu tempat yang beratap tinggi.
Tiba-tiba datanglah Nabi Hud ke tempatku sambil membungkukkan badan agar
kepalanya tidak terkena atap. Lalu katanya:
’Wahai Syekh, jika engkau
tidak berziarah kepadaku, aku akan berziarah kepadamu’.”
Di suatu saat Imam
al-Faqih al-Muqaddam duduk bersama sahabatnya, ketika itu nabi Khidir as datang
mengunjunginya dengan bentuk seperti pria badui yang kepalanya membawa keju.
Maka berdiri Imam al-Faqih al-Muqaddam untuk mengambil keju tersebut lalu
memakannya. Para sahabatnya yang hadir saat itu merasa heran dan bertanya: siapa
dia? Maka beliau menjawab: Khidir as. Kejadian tersebut menjelaskan bahwa: Allah
telah mengangkat derajat al-Faqih al-Muqaddam sebagai seorang ahli hakikat dan
ahli kasyaf. Ini terlihat dari isyarat keju yang dimakannya dari kepala nabi
Khidir as. Keju tersebut diibaratkan sebagai buah dari hasil mujahadat para
wali. Dan dijadika Imam al-Faqih al-Muqaddam bagi para wali seperti kedudukan
malaikat Jibril terhadap para nabi. Syaikh Fadhal bin Abdullah Bafadhal berkata:
"Banyak dari manusia yang mendapat anugerah dari Imam al-Faqih al-Muqaddam
lantaran didikan dan kebaikannya khususnya dua orang syaikh al-kabir Abdullah
bin Muhammad Abbad dan syaikh Said bin Umar Balhaf.
Di zamannya, beliau
banyak menghasilkan Ulama besar. Dan yang paling utama adalah:
• Syekh
Abdullah bin Muhammad ‘Ibad dan Syekh Sa’id bin Umar Balhaf.
• Syekh
Al-Kabir Abdullah Baqushai
• Syekh Abdurrahman bin Muhammad ‘Ibad’
• Syekh
Ali bin Muhammad Al-Khatib
• dan saudaranya, Syekh Ahmad; Syekh Sa’ad bin
Abdullah Akdar
.
Imam Muhammad bin Ali al-Faqih al-Muqaddam berdoa untuk
para keturunannya agar selalu menempuh perjalanan yang baik, jiwanya tidak
dikuasai oleh kezaliman yang akan menghinakannya serta tidak ada satupun dari
anak cucunya yang meninggal kecuali dalam keadaan mastur (kewalian yang
tersembunyi).
Beliau seorang yang gemar bersedekah, setiap hari beliau
memberi sedekah sebanyak dua ribu ratl kurma kepada yang membutuhkannya,
memberdayakan tanah pertaniannya untuk kemaslahatan umum. Beliau juga menjadikan
isterinya Zainab Ummul Fuqoro sebagi khalifah beliau. Imam Muhammad bin Ali
wafat tahun 653 H /1233 M dan dimakamkan di Zanbal, Tarim pada malam Jum'at
akhir bulan Dzulhijjah.
Beliau meninggalkan lima anak : Alwi, Abdullah,
Abdurrahman, Ahmad dan Ali.
Keluarga Imam al-Faqih al-Muqaddam Muhammad
bin Ali Ra:
Imam al-Faqih al-Muqaddam Muhammad Bin Ali mempunyai isteri
bernama al-sayidah al-arif billah al-waliyah ummu al-fuqara Zainab bin Ahmad bin
Muhammad Shahib Marbath. Beliau wafat tahun 653 Hijriyah mempunyai anak:
2.
Alwi (wafat di Tarim tahun 669 H), mempunyai anak:
a. Syaikh Ali (ayah dari
Muhammad Maula Dawilah) (wafat di tarim tahun 709 H), mempunyai 6 orang
perempuan, bernama:
8. Alwiyah (istri Abu Bakar al-Wara' bin Ahmad bin
al-Faqih)
9. Bahiyah (istri Muhammad Asadullah bin Hasan Atturabi)
10.
Aisyah
11. Khadijah (istri Abdullah bin Ahmad bin Abdr. bin Alwi Ammu
al-Faqih)
12. Aisyah (Ibu Muhammad Jamalullail)
13. Zainab (Ibu Ahmad bin
Alwi bin Ahmad bin Abdr. bin Ammu al-Faqih)
14. Dan seorang anak laki-laki
bernama Syaikh Muhammad Maula al-Dawilah (Shahib al-Yabhar, wafat pada tahun 765
H).
b. Syaikh Abdullah (dikenal dengan Abdullah Ba'alawi)
Ibu dari Syaikh
Ali dan Syaikh Abdullah adalah Fathimah binti Ahmad bin Alwi bin Muhammad Shahib
Mirbath.
6. Ahmad
7. Ali
8. Abdullah, (wafat di Tarim tahun 663 H)
mempunyai seorang anak laki-laki bernama Muhammad al-Nuqaity dan anak perempuan
bernama Fathimah (Ibu dari Ahmad bin Abdullah Ba'alawi/Ayah dari Muhammad
Jamalullail).
9. Abdurahman, (wafat diantara al-Haramain), mempunyai anak
bernama Muhammad al-Ughaibar
Keturunan Abdullah bin al-Faqih dan Abdurahman
bin al-Faqih sedikit
KELUARGA SYAIKH ALI BIN SYAIKH MUHAMMAD AL-FAQIH
AL-MUQADDAM
Syaikh Ali bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam, wafat tahun 673 H,
mempunyai seorang anak bernama Hasan Atturobi (wafat di Tarim tahun 761
H).
Hasan bin Syaikh Ali Atturobi mempunyai seorang anak laki bernama
Muhammad Assadullah, wafat di Tarim tahun 778 H, mempunyai enam orang anak
laki:
1. Abdullah
2. Ali keturunannya sedikit dan terputus
3.
Husin
4. Abu Bakar Basyaiban, mempunyai dua orang anak:
a. Muhammad
(keturunannya sedikit dan terputus)
b. Ahmad (keturunannya keluarga Basyaiban
di Qasam), wafat di Aden tahun 821 H, mempunyai empat orang anak laki:
5.
Ahmad, wafat di Aden tahun 821 H, mempunyai empat orang anak laki:
a.
Muhammad (kakek keluarga Mahmul)
keturunannya terputus
b. Husin (kakek
keluarga al-Khuyul)
c. Hasan (kakek keluarga Syanbal di Makho, Zili',
Makkah)
d. Ali, mempunyai tujuh orang anak laki:
1) Muhammad
2)
Umar
3) Husin keturunannya terputus
4) Abdullah
5) Syech
6) Alwi
al-Syatiri, mempunyai empat orang anak laki:
a. Abu Bakar
b. Ali
c.
Muhammad, wafat di Aden tahun 897 H (hafal Ihya Ulumuddin), keturunannya di
Aden, Lihij.
d. Umar, mempunyai tiga orang anak laki:
1. Hasyim
keturunannya di Zili', Lihij
2. Muhammad
3. Ahmad, mempunyai lima
orang anak:
a. Abdullah (keturunannya di Sawahil)
b. Ali (keturunannya di
Jeddah, Lihij)
c. Alwi (keturunannya di India)
d. Barakat (keturunannya di
Syihir, Malaysia)
e. Muhamma (keturunannya di Tarim)
7) Abu Bakar
al-Habsyi, wafat di Tarim tahun 857 H, mempunyai seorang anak bernama Alwi, dan
Alwi mempunyai lima orang anak laki:
a. Husin (keturunannya terputus)
b.
Ahmad (keturunannya di Habasyah)
c. Muhammad al-Akbar (keturunannya
terputus)
d. Ali (keturunannya di Madinah)
e. Muhammad al-Asghor, wafat di
Tarim tahun 874 H, mempunyai empat orang anak laki:
1. Umar (keturunannya di
Tarim terputus)
2. Ali (keturunannya di Makkah)
3. Abdurahman
(keturunannya di Tarim)
4. Ahmad shohib Syi'ib, wafat di Hasisah tahun 1038
H, mempunyai Sembilan orang anak laki:
a. Umar
b. Idrus
c. Syech
d.
Husin, mempunyai dua orang anak laki:
i) Shodiq (keturunannya di Hadramaut,
Surabaya, Malaka)
ii) Muhammad (keturunannya di Makkah)
e. Hasan
(keturunannya al-Rausyan di Seiwun, Semarang)
f . Hadi, mempunyai dua orang
anak laki:
i) Abdurahman (wafat di Tarim tahun 1098 H, keturunannya di
Seiwun, Bor, Taribah, Sahil)
ii) Idrus (keturunannya di Seiwun di antaranya
keluarga Syabsyabah di Madinah, Singapura)
(g) Hasyim, wafat di Syi'ib tahun
1038 H, mempunyai dua orang anak:
i) Aqil (keturunannya di Dzi Asbah,
Semarang, Palembang, Banjarmasin)
ii) Ahmad (wafat di Bor tahun 1115 H,
keturunannya di Aceh, Trengganu, Banjarmasin, Zhufar, Syihir, Makasar)
(h)
Muhammad, mempunyai seorang anak bernama Isa wafat di Hanfar.
(i) Alwi,
mempunyai dua orang anak laki:
i) Idrus (keturunannya di Ahsa',
Qathif)
ii) Zein, wafat di Ghurfah tahun 1100 H, mempunyai dua orang
anak:
(a) Husin (keturunannya di Ghurfah)
(b) Ahmad shohib Khala' Rasyid
(wafat tahun 1144 H)
Ahmad bin Zein shohib Khala' Rasyid, mempunyai delapan
orang anak:
- Umar
- Ali
- Abdullah keturunannya terputus
-
Alwi
- Hasan
- Abu Bakar
- Muhammad (keturunannya di Ghurfah, Jawa,
Madinah)
- Ja'far, wafat di Khala' Rasyid tahun 1290 H, mempunyai empat orang
anak laki:
Salim (keturunannya terputus)
Ali
keturunannya di Khala'
Rasyid
Husin
Ahmad (keturunannya di Khala' Rasyid)
6. Hasan al-Mualim,
wafat di Tarim tahun 757 H, mempunyai dua orang anak laki:
a. Ahmad al-Mualim
(keturunannya terputus)
b. Muhammad Jamalullail Bahasan, wafat di Tarim tahun
845 H, mempunyai dua orang anak laki bernama:
1) Abdullah, wafat di Tarim
tahun 997 H, mempunyai seorang anak bernama Ahmad, dan Ahmad mempunyai empat
orang anak laki:
a. Sahal (kakek keluarga Bin Sahil di Tarim)
b.
Abdurahman (keturunannya di Tarim)
c. Abdurahman Bahasan (keturunannya di
Aceh, Asia)
d. Muhammad, mempunyai seorang anak bernama Aqil.
2) Ali,
mempunyai lima orang anak laki:
a. Muhammad
b. Alwi keturunannya
terputus
c. Abu Bakar
d. Abdurahman, mempunyai dua orang anak laki:
(1)
Muhammad (keturunannya terputus)
(2) Ahmad, mempunyai seorang anak bernama
Salim, Salim mempunyai anak bernama Muhammad al-Maghrum, Muhammad al-Maghrum
mempunyai dua orang anak yaitu:
(a) Abdurahman
(b) Abdullah Bahasan
al-Maghrum, mempunyai empat orang anak laki:
i. Muhammad al-Buuri
(keturunannya keluarga Bahasan di Madinah)
ii. Aqil al-Qadri (keturunannya
keluarga al-Qadri di Gail binYamin)
iii. Salim, mempunyai dua orang
anak:
(i) Abu Bakar (keturunannya di Syihir, Malabar Pekalongan,
Sawahil)
(ii) Muhammad al-Qadri (keluarga al-Qadri di Malaka, Syihir,
Pontianak)
iv) Ahmad (keturunannya di Sawahil)
e. Hasan, mempunyai tiga
orang anak laki:
1. Abu Bakar al-Ghusnu (keturunannya di Tarim,
terputus)
2. Muhammad Hamdun (keturunannya di India, Aden)
3. Harun, wafat
di Tarim tahun 1005 H, mempunyai empat orang anak laki:
a. Ahmad
(keturunannya keluarga Baharun di Makho)
b. Abdurahman (keturunannya
terputus)
c. Ali (keturunannya keluarga Baharun di Tarim)
d. Abdullah,
mempunyai enam orang anak laki:
i) Harun (keturunannya terputus)
ii)
Muhammad al-Akbar (keturunannya sedikit)
iii) Abdurahman
iv) Muhammad
al-Asghor keturunannya keluarga Baharun di India, Melayu, Syihir
v) Hasan
vi) Umar, mempunyai dua orang anak laki:
(i) Ali al-Sirri (kakek keluarga
al-Siri di Tarim)
(ii) Abu Bakar al-Junaid (keluarga al-Junaid di
Tarim)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar