Islam sama sekali tak bisa dilepaskan dari
sosok Baginda Nabi SAW. Beliau adalah insan yang menerima wahyu dari
Allah SWT untuk memberikan pencerahan kepada umat manusia dengan agama
yang sempurna ini. Tiada sosok yang patut diagungkan di muka bumi
melebihi Baginda Nabi SAW. Segenap keindahan fisik dan budi pekerti
terdapat dalam figur Baginda Rasulullah SAW. Mencintai Baginda Nabi SAW
adalah bagian dari mencintai Allah SWT. Beliau bersaba:
مَنْ أَحَبَّنِي فَقَدْ أَحَبَّ اللهَ وَمَنْ أَطَاعَنِي فَقَدْ أَطاَعَ اللهَ
“Barangsiapa mencintaiku, maka ia benar-benar telah
mencintai Allah SWT. Barangsiapa menaatiku, maka ia benar-benar telah
taat kepada Allah SWT.”
Cinta haruslah disertai
dengan penghormatan dan pengagungan. Oleh sebab itu Allah SWT
memerintahkan manusia agar mengagungkan sosok Baginda Nabi SAW. Allah
SWT berfirman:
إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا (8) لِتُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتُعَزِّرُوهُ وَتُوَقِّرُوهُ
“Sesungguhnya kami mengutus kamu sebagai saksi, pembawa
berita gembira dan pemberi peringatan, supaya kamu sekalian beriman
kepada Allah dan Rasul-Nya, menguatkan (agama)Nya dan mengagungkan
Rasul-Nya.”
Cinta para sahabat kepada
Baginda Rasul SAW adalah cinta yang patut diteladani. Dalam
hadits-hadits disebutkan bagaimana para sahabat saling berebut bekas air
wudhu Baginda Nabi SAW. Meski hanya tetesan air, namun air itu telah
menyentuh jasad makhluk yang paling dekat dengan Sang Pencipta. Karena
itulah mereka begitu memuliakannya dan mengharap berkah yang terpendam
di dalamnya. Ketika Baginda Nabi SAW mencukur rambut, para sahabat
senantiasa mengerumuni beliau. Mereka ingin mendapatkan potongan rambut
beliau meski sehelai. Dengan rambut itu mereka hendak mengenang dan
mengharap berkah Nabi SAW. Demikianlah rasa cinta para sahabat kepada
Baginda Nabi SAW.
Primitif
Apa yang berlaku saat ini
di Bumi Haramain adalah sesuatu yang bertolak belakang dengan kaidah
cinta. Di sana orang-orang Wahabi mengaku mencintai Baginda Nabi SAW,
akan tetapi mereka sama sekali tidak menghormati beliau SAW. Mereka
bahkan melecehkan beliau dan melakukan perbuatan yang teramat tidak
pantas kepada sosok sebesar beliau. Bayangkan saja, rumah yang ditempati
beliau selama 28 tahun, yang semestinya dimuliakan, mereka ratakan
dengan tanah kemudian mereka bangun di atasnya toilet umum. Sungguh
keterlaluan!
Fakta ini
belakangan terkuak lewat video wawancara yang tersebar di Youtube.
Adalah Dr. Sami bin Muhsin Angawi, seorang ahli purbakala, yang
mengungkapkan fakta itu. Dalam video berdurasi 8:23 menit itu, ia
mengungkapkan bahwa ia telah melakukan penelitian selama bertahun-tahun
untuk mencari situs rumah Baginda Nabi SAW. Setelah berhasil, ia
menyerahkan hasil penelitiannya kepada pihak yang berwenang.
Respon pihak berwenang
Arab Saudi ternyata jauh dari perkiraan pakar yang mengantongi gelar
Doktor arsitektur di London itu. Bukannya dijaga untuk dijadikan aset
purbakala, situs temuannya malah mereka hancurkan. Ketika ditanya oleh
pewawancara mengenai bangunan apa yang didirikan di atas lahan
bersejarah itu, Sami Angawi terdiam dan tak mampu berkata-kata. Si
pewawancara terus mendesaknya hingga akhirnya ia mengakui bahwa bangunan
yang didirikan kelompok Wahabi di atas bekas rumah Baginda Nabi SAW
adalah WC umum. Sami Angawi merasakan penyesalan yang sangat mendalam
lantaran penelitiannya selama bertahun-tahun berakhir sia-sia. Ia
kemudian mengungkapkan harapannya, “Kita berharap toilet itu segera
dirobohkan dan dibangun kembali gedung yang layak. Seandainya ada tempat
yang lebih utama berkahnya, tentu Allah SWT takkan menjadikan rumah itu
sebagai tempat tinggal Rasul SAW dan tempat turunnya wahyu selama 13
tahun.”
Ulah jahil Wahabi itu tentu saja mengusik perasaan seluruh kaum
muslimin. Situs rumah Baginda Nabi SAW adalah cagar budaya milik umat
Islam di seluruh penjuru dunia. Mereka sama sekali tidak berhak untuk
mengusik tempat terhormat itu. Ulah mereka ini kian mengukuhkan diri
mereka sebagai kelompok primitif yang tak pandai menghargai nilai-nilai
kebudayaan. Sebelum itu mereka telah merobohkan masjid-masjid
bersejarah, di antaranya Masjid Hudaybiyah, tempat Syajarah ar-Ridhwan,
Masjid Salman Alfarisi dan masjid di samping makam pamanda Nabi, Hamzah
bin Abdal Muttalib. Pada tanggal 13 Agustus 2002 lalu, mereka meluluhkan
masjid cucu Nabi, Imam Ali Uraidhi menggunakan dinamit dan membongkar
makam beliau.
Selama
ini kelompok Wahabi berdalih bahwa penghancuran tempat-tempat bersejarah
itu ditempuh demi menjaga kemurnian Islam. Mereka sekadar
mengantisipasi agar tempat-tempat itu tidak dijadikan sebagai ajang
pengkultusan dan perbuatan-perbuatan yang mengarah kepada kemusyrikan.
Akan tetapi dalih mereka agaknya kurang masuk akal, sebab nyatanya
mereka berupaya mengabadikan sosok Syekh Muhammad bin Sholeh
al-Utsaimin, salah seorang tokoh pentolan mereka. Mereka mendirikan
sebuah bangunan yang besar dan mentereng untuk menyimpan
peninggalan-peninggalan Syekh al-Utsaimin. Bandingkan perlakuan ini
dengan perlakuan mereka kepada Baginda Nabi SAW. Mereka merobohkan
rumah Baginda Nabi SAW dan menjadikan tempat yang berkah itu sebagai WC
umum, kemudian membangun gedung megah untuk Al-Utsaimin. Siapakah
sebetulnya yang lebih mulia bagi mereka? Baginda Rasulullah SAW ataukah
Syekh al-Utsaimin?
Bangunan
berdesain mirip buku itu dibubuhi tulisan “Yayasan Syeikh Muhammad bin
Sholeh al-Utsaimin.” Di dalamnya terdapat benda-benda peninggalan Syekh
al-Utsaimin, seperti kaca mata, arloji dan pena. Benda-benda itu
diletakkan pada etalase kaca dan masing-masing diberi keterangan
semisal, “Pena terakhir yang dipakai Syekh al-Utsaimin.”
Sungguh ironis, mengingat mereka begitu getol
memberangus semua peninggalan Baginda Nabi SAW. Ulama mereka bahkan
mengharamkan pelestarian segala bentuk peninggalan Baginda Nabi SAW.
Beruntung, sebagian benda peninggalan beliau telah dipindahkan ke Turki.
Haul Wahabi
Wahabi melarang keras
pengkultusan terhadap diri Baginda Nabi SAW, akan tetapi mereka sendiri
melakukan pengkultusan terhadap diri Syekh al-Utsaimin. Mereka
membid’ahkan peringatan haul seorang ulama atau wali, akan tetapi
belakangan mereka juga menghelat semacam haul untuk Syekh al-Utsaimin
dengan nama ‘Haflah Takrim.”
Betapa ganjilnya sikap kelompok Wahabi ini.
‘Haul’ al-Utsaimin mereka
adakan pada bulan Januari 2010 lalu di sebuah hotel di Kairo di bawah
naungan Duta Besar Saudi di Kairo, Hisham Muhyiddin. Rangkaian acara
haul itu dibuka dengan pembacaan ayat-ayat Quran, dilanjutkan
sambutan-sambutan berisi pujian terhadap almarhum. Sambutan pertama
disampaikan Ketua yayasan ar-Rusyd sekaligus Presiden Asosiasi Penerbit
Saudi, yang memuji peran Syekh Utsaimin dalam penyebaran agama Islam.
Sambutan selanjutnya disampaikan Abdullah, putra Utsaimin, kemudian
Atase Kebudayaan Saudi Muhammad bin Abdul Aziz Al-Aqil. Yang disebutkan
belakangan ini banyak mengulas manakib Syekh al-Utsaimin dengan
menjelaskan tahun lahir dan wafatnya. “Perayaan ini adalah sedikit yang
bisa kami persembahkan untuk mendiang Syekh Utsaimin,” ujarnya.
Acara
haul ditutup dengan saling tukar tanda kehormatan antara Yayasan
ar-Rusyd, Yayasan Utsaimin, Atase Kebudayaan dan Deputi Menteri
Kebudayaan dan Informasi. Begitu pentingnya perayaan untuk Utsaimin ini
sampai-sampai seorang pengagumnya menggubah sebuah syair:
وَاللهِ لَوْ وَضَعَ اْلأَناَمُ مَحَافِلاَ # مَاوَفَتِ الشَّيْخَ اْلوَقُورَحَقَّهُ
“Demi Allah, Seandainya segenap
manusia membuat banyak perayaan untuk Syeikh Utsaimin, hal itu tidaklah
mampu memenuhi hak beliau.”
Syair itu menunjukkan
pengkultusan orang-orang Wahabi terhadap Syekh Utsaimin. Pengagungan
yang kebablasan juga mereka berikan kepada pendiri aliran Wahabi,
Muhammad bin Abdul Wahab. Seorang Mahasiswa Universitas Riyadh pernah
memprotes dosennya, Dr. Abdul Adhim al-Syanawi, karena memuji Rasulullah
SAW. Sang dosen menanyakan apa penyebab si mahasiswa membenci Nabi SAW?
Mahasiswa itu menjawab bahwa yang memulai perang kebencian adalah
Baginda Nabi sendiri (sambil menyitir hadits seputar fitnah yg muncul
dari Najed, tempat kelahiran Muhamad bin Abdul Wahab). “Kalau begitu,
siapa yang kamu cintai?” tanya sang dosen. Lalu si mahasiswa menjawab
bahwa yang dicintainya adalah Syekh Muhammad bin Abdul Wahab.
Selanjutnya sang dosen menanyakan alasan kecintaan mahasiswanya itu.
“Karena Syekh Muhammad Abdul Wahab menghidupkan sunnah dan menghancurkan
bid’ah,” Jawab mahasiswa itu. (kisah
ini dicatat Ibrahim Abd al-Wahid al-Sayyid,dalam kitabnya, Kasf
al-Litsam ‘an Fikr al-Li’am hlm.3-4.)
Sungguh benar Baginda
Nabi SAW. yang dalam salah satu hadits beliau mengisyaratkan bahwa akan
ada fitnah (Wahabi) yang bakal muncul dari Najed. Isyarat itu menjadi
nyata semenjak munculnya Muhammad bin Abdul Wahab dari Najed yang dengan
bantuan kolonial Inggris mencabik-cabik syariat Islam.
Syekh Utsaimin adalah
salah satu penerus Muhammad bin Abdul Wahab. Ia juga gencar menyebarkan
fitnah lewat tulisan-tulisannya. Salah satu fitnah itu seperti tertera
di dalam karyanya, al-Manahi
al-Lafdziyyah hal 161. Di situ ia menulis:
وَلاَ أَعْلَمُ إِلىَ سَاعَتيِ هَذِهِ اَنَّهُ جَاءَ أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم أَفْضَلُ اْلخَلْقِ مُطْلَقاً فيِ كُلِّ شَئٍْ
“Dan saya tidak
mengetahui sampai detik ini bahwa Muhammad adalah makhluk Allah yang
lebih utama dari segala makhluk apa pun secara mutlak.” Agaknya kalimat
inilah yang membuat penganut Wahabi lebih mengagungkan Utsaimin dari
pada Baginda Rasulullah SAW….! Ibnu KhariQ
Sumber :
Majalah Cahaya Nabawiy edisi 96 Juli 2011/Sya’ban 1432 H
Sumber :
Majalah Cahaya Nabawiy edisi 96 Juli 2011/Sya’ban 1432 H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar