Biasanya setiap
hari Jumat atau sebelum menjelang bulan Ramadhan dan di Hari Raya ,
komplek pemakaman ramai tidak sedikit dikunjungi orang-orang yang
berziarah. Ada yang berziarah ke makam orang tuanya. Ada yang berziarah
ke makam sanak familinya atau kerabatnya. Ada pula yang berziarah ke
makam para sesepuh dan ulama. Hal ini demi untuk mendoakan mereka yang
telah mendahului kita agar Allah memberikan kepada mereka rahmah dan
ampunan dan mengharamkan jasad-jasad mereka dari sentuhan api neraka.
Rasulullah SAW,
sebagaimana diriwayatkan Abu Daud, pada awal sejarah Islam pernah
melarang umat Islam untuk berziarah kubur. Beliau khawatir umat Islam
mengkultuskan kuburan, berlaku syirik, atau bahkan menyembah kuburan.
Tapi setelah keimanan umat Islam meningkat dan kuat. Maka Rasulullah SAW
tidak khawatir lagi. Nabi pun kemudian bersabda : "Aku dulu melarang kamu
berziarah kubur. Sekarang, aku anjurkan melakukannya. Sebab bisa
mengingatkan kita kepada akhirat". Maka tradisi
berziarah ini sangat baik dan terpuji demi mengingatkan kita semua,
termasuk orang kaya, pamong praja, dan berpangkat, bahwa satu hari hidup
kita pasti akan berakhir di pekuburan. Semua kemegahan hidup, rela tak
rela, harus ditinggalkan dan kita harus terima babak baru perjalanan
menghuni liang kubur yang luasnya sekitar 1 x 2 meter saja.
Telah ditetapkan dalam
hadits yang diriwayatkan oleh Muslim, bahwa Rasulullah SAW telah
menganjurkan kita, disaat memasuki kompleks pemakaman, agar mengucapkan
salam kepada ahli kubur seperti memberi salam kepada orang hidup: "Salam
sejahtera bagimu penghuni kubur dari kaum Mukminin dan Mukminat. Dan
kami Insya Allah akan betemu dengan kalian. Kamu adalah orang orang yang
mendahului kami dan kami akan menyusul kalian. Kami bermohon kepada
Allah keselamatan bagi kami dan kalian".
Karena mereka (ahli
kubur) mendengar, melihat, mengetahui dan membalas salam kita, akan
tetapi kita tidak bisa mendengar mereka. Ucapan salam biasanya diberikan
kepada orang yang mendengar dan berakal..Jika tidak, maka ucapan ini
tidak mempunyai fungsi atau seolah-olah bersalam kepada benda mati yang
tidak mendengar dan berakal. Para salaf shaleh, mereka semua bersepakat
dengan apa yang telah ditetapkan Rasulullah SAW dan dijadikan sesuatu
yang mutawatir (diterima kebenarannya) yang mana ahli kubur (mayyit)
mengetahui orang yang berziarah dan mendapatkan ketenangan dengan
kedatangannya.
Sesuai dengan hadist
yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari bahwa mayyit setelah dikubur
mendengar suara sandal orang yang mengantarkannya ke kuburan. Dari
A'isyah ra sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda : " Tidaklah diantara kalian
berziarah kuburan saudaranya dan duduk disisinya, kecuali ia (mayyit)
telah mendapatkan ketenangan dan ia hadir (datang) untuk menjawab
salamnya sampai yang berziarah berdiri (pulang)".
Diriwayatkan oleh Abi
Hurairah ra.. bahwa Rasulullah SAW berkata : "jika seseorang melewati
kuburan saudaranya dan memberi salam kepadanya, maka ia (mayyit) akan
menjawab salamnya dan mengetahui siapa yang menziarahinya. Dan apabila
seseorang melewati kuburan seseorang yang tidak dikenal kemudian memberi
salam, maka ia (mayyit) akan mejawab salamnya".
Dari Ibnu Abdul Barr
sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda : "Jika seorang Muslim melewati
kuburan saudaranya yang pernah dikenal di dunia, kemudian memberi salam
kepadanya, maka Allah akan mengembalikan ruhnya kepadanya untuk menjawab
salamnya". Diriwatkan oleh Bukhari Muslim, pernah
Rasulullah SAW menyuruh mengubur orang orang kafir yang meninggal dalam
peperangan Badar di kuburan Qulaib. Kemudian beliau berdiri di muka
kuburan dan memanggil nama nama mereka satu persatu : " Wahai Fulan bin Fulan!! ..
Wahai Fulan bin Fulan!!.. Apakah kamu mendapatkan apa yang telah
dijanjikan Allah kepada kamu? Sesungguhnya aku telah mendapatkan apa
yang telah dijanjikan Allah kepada ku ". Sayyidina Umar bin Khattab yang
berada disamping Nabi bertanya : " Ya Rasulullah sesungguhnya kamu
telah berbicara dengan orang-orang yang sudah usang (mati)". Maka
Rasulullah SAW pun berkata : "Demi Yang telah mengutus aku dengan
kebenaran, sesungguhnya kamu tidak lebih mendengar dari mereka dengan
apa yang aku katakan". Ini semuanya merupakan nash-nash
dan dalil-dalil yang menyatakan bahwa mayit itu mendengar, melihat ,
mengetahui dan membalas salam seseorang.
Dan masih banyak lagi hadits-hadits yang menerangkan
bahwa ahli kubur (mayyit) itu mendengar, melihat, mengetahui apa yang
terjadi disekitarnya dan membalas salam kita seperti orang hidup. Karena
mereka (ahli kubur) tidak mati. Akan tetapi mereka berpindah dari satu
alam ke alam yang lain, dari alam dunia ke alam barzakh. Allah berfirman
didalam Surat al Mu’minun ayat 100 yang berbunyi : “ Sekali lagi tidak.
Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan
mereka (ahli kubur) ada barzakh sampai hari mereka dibangkitkan “.
Imam Muslim meriwayatkan bahwa
Rasulullah SAW dan sahabatnya pernah melewati salah satu kuburan
Muslimin. Setelah memberi salam kepada ahli kubur, tiba-tiba Rasulullah
berhenti di dua kuburan. Kemudian beliau berpaling kepada sahabatnya dan
bersabda : "Kalian tahu bahwa kedua penghuni kuburan ini sedang diazab
di dalam kubur? Mereka tidak diazab karena dosa-dosa dan kesalahan
mereka yang besar. Akan tetapi mereka diazab karena dosa-dosa dan
kesalahan mereka yang sepele dan kecil. Yang pertama diazab karena suka
berbuat namimah (mengadu domba/fitnah) dan yang kedua diazab karena
tidak beristinja' (tidak cebok setelah hadats kecil)". Kemudian
Rasulullah SAW memetik dua tangkai pohon dan ditancapkannya di kedua
kuburan tersebut. Sahabat bertanya apa maksud dari yang telah dilakukan
Rasulullah SAW itu. Beliau bersabda : "Allah memberi keringanan azab
bagi kedua penghuni kubur tersebut semasih tangkai-tangkai pohon itu
basah dan belum kering. Kaerna tangkai- tangkai pohon tersebut
beristighfar untuk penghuni kubur yang sedang diazab".
Sekarang, jika Allah
memberi keringanan azab kepada ahli kubur karena istighfar sebatang
pohon, istighfar seekor binatang, istighfar sebuah batu, pasir dan
kerikil atau benda-benda mati lainnya yang tidak berakal. Apalagi
istighfar kita sebagai manusia yang berakal dan beriman kepada Nya .
Dalam kitab Subulus Salam, Ash-Shona’i telah menegaskan bahwa ziarah
kubur merupakan hikmah bagi kita yang hidup, agar kita bisa mengambil
i’tibar dan contoh yang baik dari saudara-saudara kita yang telah
mendahului kita. Pula telah diterangkan dalam kitab tersebut bahwa ahli
kubur (mayyit) mendengar, melihat, mengetahui dan membalas salam orang
yang berziarah sama seperti menziarahi orang hidup. Cukup bagi yang
datang ke pemakaman diberi nama “penziarah“. Maka pasti yang diziarahi
(ahli kubur) mengetahui siapa yang menziarahinya. Tidak mungkin
dinamakan “penziarah“ jika yang diziarahinya tidak mengetahui siapa yang
menziarahinya.
Pula memberi salam
kepada ahli kubur. Jika ahli kubur tidak mendengar dan mengetahui siapa
yang memberi salam, hal ini sama saja dengan memberi salam kepada benda
jamad atau benda mati. Maka ucapan salam diberikan kepada yang hidup,
berakal, dan mendengar salam yang diberikan kepadanya.
Contohnya, dalam kitab
al-Ruh, Ibnu Qayyim al-Jauziyyah meriwayatkan bahwa al-Fadhil bin
Muaffaq disaat ayahnya meninggal dunia, sangat sedih sekali dan
menyesalkan kematiannya. Setelah dikubur, ia selalu menziarahinya hampir
setiap hari. Kemudian setelah itu mulai berkurang dan malas karena
kesibukannya. Pada suatu hari dia teringat kepada ayahnya dan segera
menziarahinya. Disaat ia duduk di sisi kuburan ayahnya, ia tertidur dan
melihat seolah-olah ayahnya bangun kembali dari kuburan dengan kafannya.
Ia menangis di saat melihatnya. Ayahnya berkata : “wahai anakku kenapa
kamu lalai tidak menziarahiku? Al-Fadhil berkata : “ Apakah kamu
mengetahui kedatanganku? ” Ayahnya pun menjawab : “ Kamu pernah datang
setelah aku di kubur dan aku mendapatkan ketenangan dan sangat gembira
dengan kedatanganmu begitu pula teman-temanku yang di sekitarku sangat
gembira dengan kedatanganmu dan mendapatkan rahmah dengan doa-doamu”.
Mulai saat itu ia tidak pernah lepas lagi untuk menziarahi ayahnya .
Pada zaman paceklik,
Bisyir bin Mansur selalu datang ke kuburan muslimin dan menghadiri solat
jenazah. Di sore harinya seperti biasa dia berdiri dimuka pintu kuburan
dan berdoa : “Ya Allah berikan kepada mereka kegembiraan di saat mereka
merasa kesepian. Ya Allah berikan kepada mereka rahmat di saat mereka
merasa menyendiri. Ya Allah ampunilah dosa-dosa mereka dan terimalah
amal-amal baik mereka “. Bisyir berdoa di kuburan tidak lebih dari
doa-doa yang tersebut diatas. Pernah satu hari, dia lupa tidak datang ke
kuburan karena kesibukannya dan tidak berdoa sebagaimna ia berdoa
setiap hari untuk ahli kubur.. Pada malam harinya dia bermimpi bertemu
dengan semua ahli kubur yang selalu di ziarahinya. Mereka berkata :
“Kami terbiasa setiap hari diberikan hadiah darimu dengan doa-doa. maka
janganlah kamu putuskan doa-doa itu“.
Jika dalam berdoa ada adab-adab dan
waktu-waktu yang mustajab dan diterima. Begitu pula dalam berziarah ada
adab-adab dan waktu-waktu yang baik untuk berziarah. Adapun waktu yang
baik dan tepat untuk berziarah adalah hari Jumat. Sebagimana Sufyan
al-Tsauri telah diberitahukan oleh al-Dhohhak bahwa siapa yang berziarah
kuburan pada hari Jum’at dan Sabtu sebelum terbit matahari maka ahli
kubur mengetahui kedatangannya. Hal itu kaerna kebesaran dan kemuliaan
hari Jum’at. Pernah Hasan al Qassab dan kawannya datang berziarah
kekuburan muslimin. Setelah mereka memberi salam kepada ahli kubur dan
mendoakannya, mereka kembali pulang. Di perjalanan ia bertemu dengan
salah satu temannya dan berkata kepada Hasan al-Qassab : “Ini hari
adalah hari Senin. Coba kamu bersabar, karena menurut Salaf bahwa ahli
kubur mengetahui kedatangan kita di hari Jumat dan sehari sebelumnya
atau sehari sesudahnya”. (lihat kitab al-Ruh)
Disebut dalam kitab al-Ruh bahwa Ibunya Utsman al
Tofawi di saat datang sakaratul maut, berwasiat kepada anaknya : “Wahai
anakku yang menjadi simpananku di saat datang hajatku kepadamu. Wahai
anakku yang menjadi sandaranku di saat hidupku dan matiku. Wahai anakku
janganlah kamu lupa padaku meziarahiku setelah wafatku“. Setelah ibunya
meninggal dunia, ia selalu datang setiap hari Jum’at ke kuburannya,
berdoa dan beristighfar bagi arwahnya dan bagi arwah semua ahli kubur.
Pernah suatu hari Utsman al Tofawi bermimpi melihat ibunya dan berkata :
“Wahai anakku, sungguh kematian itu suatu bencana yang sangat besar.
Akan tetapi, Alhamdulillah, aku bersyukur kepada Nya sungguh aku
sekarang berada di Barzakh yang penuh dengan kenikmatan. Aku duduk di
tikar permadani yang penuh dengan rauhan dan raihanah dengan sandaran
dipan-dipan yang dibuat dari sutera halus dan sutera tebal. Demikianlah
keadaanku sampai datangnya hari kebangkitan”.. Utsman al Tofawi betanya :
“ Ibu!.. Apakah kamu perlu sesuatu dari ku ? “ Ibunya pun menjawab :
“Ya!..Kamu jangan putuskan apa yang kamu telah lakukan untuk
menziarahiku dan berdoa bagiku. Sesungguhnya aku selalu mendapat
kegembiraan dengan kedatanganmu setiap hari Jum’at. Jika kamu datang ke
kuburanku semua ahli kubur menyambut kedatanganmu dengan gembira“.
Diriwayatkan dalam kitab
Ar-Ruh, bahwa salah satu dari keluarga Ashim al Jahdari pernah bermimpi
melihatnya dan berkata kepadanya : “ Bukankan kamu telah meninggal
dunia? Dan dimana kamu sekarang? “ Ashim berkata : “ Saya berada
diantara kebun-kebun surga. Saya bersama teman-teman saya selalu
berkumpul setiap malam Jum’at dan pagi hari Jum’at di tempat Abu Bakar
bin Abdullah al Muzni. Disana kita mendapatkan berita-berita tentang
kamu di dunia”. Kemudian saudaranya yang bermimpi bertanya : “Apakah
kalian berkumpul dengan jasad-jasad kalian atau dengan ruh-ruh kalian? “
Maka mayyit itu ( Ashim al-Jahdari ) berkata : “ Tidak mungkin kami
berkumpul dengan jasad-jasad kami karena jasad- jasad kami telah usang.
Akan tetapi kami berkumpul dengan ruh-ruh kami “.. Kemudian ditanya :
“Apakah kalian mengetahui kedatangan kami ? “. Maka dijawab : “ Ya!..
Kami mengetahui kedatangan kamu pada hari Jum’at dan pagi hari Sabtu
sampai terbit matahari “. Kemudan ditanya : “ Kenapa tidak semua
hari-hari kamu mengetahui kedatangan kami? “. Ia (mayyit) pun menjawab :
“ Ini adalah dari kebesaran dan keafdholan hari Jum’at “.
Tradisi berziarah adalah
tradisi yang tetap hidup dengan segala warna-warninya dan merupakan
suatu hikmah dari Allah dan sunah Rasulullah yang baik, terpuji dan
patut dingat maknanya sedalam-dalamnya agar bisa mengingatkan diri kita
bahwa hidup ini akan berakhir dengan kematian..
Wallahu a’lam..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar