Hukum Mengusap Wajah Setelah Solat
Salah satu amalan yang ditentang oleh sekelompok kecil orang yang
sebenarnya masih sangat awam dalam ilmu agama adalah masalah mengusap
wajah setelah solat. Mereka berpendapat bahwa ini adalah bid’ah kerana
Nabi Muhammad SAW tidak pernah melakukan. Maka dari itu, perkara ini
perlulah dijawab secara ilmiah.
Seperti yang telah banyak dibahas, adanya ditinggalkan Nabi Muhammad
SAW bukan berarti perkara tersebut adalah bid’ah yang sesat @ haram @
kalau melakukan maka akan masuk neraka.
Maka dalam hal ini, seorang ulama pembenteng Ahli Sunnah wal Jamaah
di Indonesia telah menjawab isu ini di dalam kitabnya berjudul al-Hujjaj
al-Qath’iyyah fi Shihhah al-Mu’taqadat wa al-Amaliyyah al-Nahdliyyah,
Page 66:
Adanya Rasulullah SAW itu mengusap wajahnya dengan kedua belah
tangannya setelah setiap kali doa. Telah terdapat di dalam sebagian
Hadis-Hadis seperti berikut:
عَنِ السَّائِبِ بْنِ يَزِيدَ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله
عليه وسلم- كَانَ إِذَا دَعَا فَرَفَعَ يَدَيْهِ مَسَحَ وَجْهَهُ بِيَدَيْه
diceritakan dari al-Saib bin Yazid dari Bapaknya bahawa Nabi SAW
adanya beliau ketika berdoa mengangkat kedua belah tangannya lalu
mengusap wajahnya dengan kedua belah tangan. (Riwayat Sunan Abu Daud,
no. 1275)
Begitu juga disunnahkan bagi orang yang telah solat untuk mengusap
wajahnya dengan kedua belah tangannya, kerana sesungguhnya solat secara
bahasa adalah doa, kerana terkandung di dalamnya beberapa doa kepada
Allah Yang Menjadikan Mahasuci-Nya Ta’ala. Maka barangsiapa solat maka
dia benar-benar telah berdoa kepada Allah azza wajalla. Maka yang kukuh
dengan ini, disunnahkan bagi orang tersebut untuk mengusap wajahnya
setelah setiap kali solat.
Berkata Imam Nawawi di dalam Kitab al-Azkar:
وروينا في كتاب ابن السني ، عن أنس رضي الله عنه ، قال : كان رسول الله
صلى الله عليه وسلم إذا قضى صلاته مسح جبهته بيده
اليمنى ، ثم قال : أشهد
أن لا إله إلا الله الرحمن الرحيم ، اللهم أذهب عني الهم والحزن
Dan aku meriwayatkan di dalam kitab Ibn al-Sinni dari Anas RA.
berkata: Adanya Rasulullah SAW ketika selesai solatnya, beliau mengusap
dahinya dengan tangannya yang kanan lalu berdoa: “Aku bersaksi
bahawasanya tidak ada tuhan kecuali Dia Zat Yang Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang, YA Allah, hilangkanlah dariku kesusahan dan kesedihan”
(al-Azkar, 69).
Maka jadilah perkara tersebut sebagai dalil bahwa sesungguhnya
mengusap wajah itu disyariatkan di dalam agama, dengan pengetahuan
bahwasanya Nabi SAW juga mengamalkannya.
Senin, 27 Februari 2012
Penolakan Ulama terhadap Wahhabi
Ikhwah, sebenarnya ramai ulama Ahlus Sunnah wal Jama`ah dari 4 mazhab, termasuk mazhab Hanbali, yang telah menulis memperjelaskan kesesatan dan kekeliruan puak Wahhabi pengikut Ibnu ‘Abdul Wahhab an-Najdi. Antaranya ialah:-
-
“Misbahul Anam wa Jala`udz Dzalam fi Radd Syubah al-bid`i an-Najdi allati adhalla bihal ‘awam” karangan Habib Alwi bin Ahmad bin Hasan bin Quthubul Habib Abdullah al-Haddad, beliau merupakan cicit kepada Imam al-Haddad yang masyhur.
-
“As-Saiful-Batir li ‘unuqil munkir ‘alal akabir” juga karangan Habib Alwi al-Haddad;
-
“As-Sarim al-Hindi fi ‘unuqin-Najdi” karangan Syaikh ‘Atha` al-Makki;
-
“As-Sarim al-Hindi fi ibanat tariqat asy-Syaikh an-Najdi” karangan Syaikh ‘Abdullah bin ‘Isa bin Muhammad as-San`ani;
-
“Tahakkum al-Muqallidin bi mudda`i tajdid ad-din” karangan Syaikh Muhammad bin ‘Abdur Rahman bin ‘Afaliq al-Hanbali, seorang ulama yang sezaman dengan Ibnu Abdul Wahhab dan telah mencabar keilmuannya sehingga Ibnu ‘Abdul Wahhab membisu seribu bahasa;
-
“Sawa`iqul Ilahiyyah fir raddi ‘alal Wahhabiyyah” karangan Syaikh Sulaiman bin ‘Abdul Wahhab al-Hanbali, saudara kandung Muhammad bin ‘Abdul Wahhab;
-
“Saiful Jihad li mudda`i al-ijtihad” karangan Syaikh ‘Abdullah bin ‘Abdul Lathif asy-Syafi`i;
-
“As-Sawa`iq war Ru`ud ‘ala al-Shaqi ‘Abd al-’Aziz ibn Sa`ud” karangan Syaikh ‘Afifudin ‘Abdulah bin Dawud al-Hanbali;
-
“Ad-Durarus Saniyyah fir raddi ‘alal Wahhabiyyah” karangan Syaikhul Islam Sayyidi Ahmad Zaini Dahlan, Mufti Makkah;
-
“Fitnatul Wahhabiyyah” karangan Sayyidi Ahmad Zaini Dahlan;
-
“Khulasatul Kalam fi bayani ‘umara` al-Balad al-Haram” karangan Sayyidi Ahmad Zaini Dahlan;
-
“Faydul Wahhab fi bayan ahl al-haq wa man dhalla ‘an ash-shawab” karangan Syaikh ‘Abdur Rabbih bin Sulaiman asy-Syafi`i;
-
“al-Basha`ir li munkiri at-tawassul ka amtsal Muhammad ibn Abdul Wahhab” karangan Syaikh Hamd-Allah ad-Dajwi;
-
“Al-Minha al-Wahhabiyyah fi radd al-Wahhabiyyah” karangan Syaikhul Islam Dawud bin Sulaiman al-Baghdadi al-Hanafi;
-
“‘Adzab Allah al-Mujdi li jununi al-munkiri an-Najdi” karangan Syaikh Muhammad ‘Asyiqur Rahman al-Habibi;
-
“Ghawtsul ‘Ibad bi bayan ar-rasyad” karangan Syaikh Mustafa al-Hamami al-Misri;
-
“Jalal al-Haqq fi kasyfi ahwal asyrar al-khalq” karangan Syaikh Ibrahim al-Hilmi al-Qadiri al-Iskandari;
-
“Maqalat al-Kawtsari” karangan Syaikh Muhammad Zahid al-Kawtsari al-Hanafi;
-
“Fajrul Shadiq fi ar-radd ‘ala munkiri at-tawassul wal khawariq” karangan Syaikh Jamil Effendi Sidqi az-Zahawi al-Baghdadi;
-
“Sa`adatud Darain fi al-radd ‘ala al-firqatain al-Wahhabiyyah wa muqallidat az-Zahiriyyah” karangan Syaikh Ibrahim al-Samnudi al-Mansuri.
Inilah antara kitab-kitab yang ditulis berbagai ulama
membahas kesesatan dan penyelewengan ajaran Wahhabi. Sebenarnya ramai
lagi ulama dan banyak lagi kitab serta tulisan yang sedemikian.
Ulama-ulama Jawi juga ada menyentuh berhubung kesesatan puak Wahhabi ini
dalam tulisan-tulisan mereka seperti mantan Mufti Negeri Sembilan
Syaikh Ahmad bin Muhammad Sa`id al-Linggi al-Melayuwi dan Tuan Guru Haji
‘Abdul Qadir bin Haji Wangah bin ‘Abdul Lathif bin ‘Utsman al-Fathoni
dalam karangannya berjodol “Risalah Irsyadul Jaawiyyin ila
Sabilil ‘Ulama-il-’Aamiliin”. Maka terpulanglah kepada kita
hendak mempercayai ulama yang ramai atau mempercayai sahaja kata-kata
Muhammad bin Abdul Wahhab an-Najdi dan pengikut-pengikutnya.
Allahummahdi ila sawaa-is sabil
Ziarah Kubur Sunnah !!!! Imam Syafi’i Setiap Hari Ziarah Ke Makam Imam Abu Hanifah
Tarikh Baghdad
Karya al Imam al Hafizh Abu Bakr Ahmad bin Ali; yang lebih dikenal dengan al Khathib al Baghdadi (w 463 H)
Berikut ini adalah terjemahan yang di tandai:
— dengan sanadnya —- berkata: Aku mendengar Imam asy Syafi’i berkata: Sesungguhnya saya benar-benar melakukan tabarruk (mencari berkah) kepada Imam Abu Hanifah, aku mendatangi makamnya setiap hari untuk ziarah, jika ada suatu masalah yang menimpaku maka aku shalat dua raka’at dan aku mendatangi makam Imam Abu Hanifah, aku meminta kepada Allah agar terselesaikan urusanku di samping makam beliau, hingga tidak jauh setelah itu maka keinginanku telah dikabulkan”.
Disebutkan bahwa di sana (komplek makam Imam Abu Hanifah) terdapat makam salah seorang anak Sahabat Ali bin Abi Thalib, dan banyak orang menziarahinya untuk mendapatkan berkah di sana.
Imam Ibrahim al Harbi berkata: “Makam Imam Ma’ruf al Karkhi adalah obat yang mujarab”.
Dalam lembaran scan ke tiga disebutkan beberapa riwayat yang menyebutkan bahwa di komplek pemakaman tempat Imam Abu Hanifah dikuburkan (Kufah) terdapat salah salah seorang anak cucu dari Imam Ali bin Abi Thalib yang sering dijadikan tempat ziarah dan mencari berkah oleh orang-orang Islam.
Lagi-lagi fakta ini menolak Wahabi yang mengatakan tawassul dengan orang yang sudah meninggal sebagai perbuatan syirik dan kufur. Anda tanya orang-orang Wahabi itu: Siapa di antara kalian yang berani mengkafirkan Imam Syafi’i???????????????????????????????.
Sabtu, 25 Februari 2012
♥♥♥ KETIKA AKHWAT JATUH CINTA♥♥♥
Akhwat Jatuh Cinta??
Tak ada yang aneh, mereka juga adalah manusia...
...
Bukankah cinta adalah fitrah manusia???
Tak pantaskah akhwat jatuh cinta???
Mereka juga punya hati dan rasa...
Tapi tahukah kalian betapa berbedanya mereka saat cinta seorang lelaki menyapa hatinya???
Tak ada senyum bahagia, tak ada rona malu di wajah, tak ada buncah suka di dada...
Namun sebaliknya...
Ketika Akhwat Jatuh Cinta...
Yang mereka rasakan adalah penyesalan yang amat sangat, atas sebuah hijab yang tersingkap...
Ketika lelaki yang tak halal baginya, bergelayut dalam alam fikirannya, yang mereka rasakan adalah ketakutan yang begitu besar akan cinta yang tak suci lagi...
Ketika rasa rindu mulai merekah di hatinya, yang mereka rasakan adalah kesedihan yang tak terperih akan sebuahr asa yang tak semestinya…
Tak ada senyum bahagia, tak ada rona malu…
Yang ada adalah malam-malam yang dipenuhi air mata penyesalan atas cinta-Nya yang ternodai…
Yang ada adalah kegelisahan, karena rasa yang salah arah…
Yang ada adalah penderitaan akan hati yang mulai sakit…
Ketika Akhwat Jatuh Cinta…
Bukan harapan untuk bertemu yang mereka nantikan, tapi yang ada adalah rasa ingin menghindar dan menjauh dari orang tersebut…
Tak ada kata-kata cinta dan rayuan…
Yang ada adalah kekhawatiran yang amat sangat, akan hati yang mulai merindukan lelaki yang belum halal atau bahkan tak akan pernah halal baginya…
Ketika mereka jatuh cinta, maka perhatikanlah,
kegelisahan di hatinya yang tak mampu lagi memberikan ketenangan di wajahnya yang dulu teduh…
Mereka akan terus berusaha mematikan rasa itu bagaimanapun caranya…
Bahkan kendati dia harus menghilang, maka itu pun akan mereka lakukan...
Alangka kasihannya jika akhwat jatuh cinta…
Karena yang ada adalah penderitaan…
Tapi ukhti…
Bersabarlah…
Jadikan ini ujian dari Rabbmu…
Matikan rasa itu secepatnya…
Pasang tembok pembatas antara kau dan dia…
Pasang duri dalam hatimu, agar rasa itu tak tumbuh bersemai…
Cuci dengan air mata penyesalan akan hijab yang sempat tersingkap...
Putar balik kemudi hatimu, agar rasa itu tetap terarah hanya padaNya…
Pupuskan rasa rindu padanya dan kembalikan dalam hatimu rasa rindu akan cinta Rabbmu…
Ukhti… Jangan khawatir kau akan kehilangan cintanya…
Karena bila memang kalian ditakdirkan bersama, maka tak akan ada yang dapat mencegah kalian bersatu…
Tapi ketahuilah, bagaimana pun usaha kalian untuk bersatu, jika Allah tak menghendakinya, maka tak akan pernah kalian bersatu…
Ukhti… Bersabarlah… Biarkan Allah yang mengaturnya...
Maka yakinlah... Semuanya akan baik-baik saja…
Semua Akan Indah Pada Waktunya…
buat ukhti fillah, doa manis ini pedoman kalian:
Ya Allah… kurniakanlah kami pasangan yang soleh…
yang menjaga dirinya…
yang menjaga hatinya hanya untuk yang halal baginya…
yang sentiasa memperbaiki dirinya…
yang sentiasa berusaha mengikuti sunnah Rasulullah…
yang baik akhlaknya…
yang menerima kami apa adanya…
yang akan membawa kami menuju Jannah Mu Ya Rabb…
kabulkan ya Allah…
kerana hati kami teramat lemah…
oh Allah,
kami mohon ampun
atas dosa selama ini
dosa-dosa kami..
andai tak menjalankan perintahMu
andai tak pedulikan NamaMu
andai tenggelam melupakan diriMu
oh Allah,
sempatkanlah kami untuk bertaubat
untuk hidup di jalanMu
untuk penuhi keewajipanku
sebelum tutup usia ini..
sebelum kami kembali kepadaMu..
Allahumma Aamiin
KAROMAH SYAIKH ABDUL QODIR AL JAELANI
Jumlah karomah yang dimiliki oleh asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani banyak sekali:
Syaikh Abil AbbasAhmad ibn Muhammadd ibn Ahmad al-Urasyi al-Jily:
Pada suatu hari, aku telah menghadiri majlis asy-Sayikh Abdul Qodir al-Jilani berserta murid-muridnya yang lain. Tiba-tiba, muncul seekor ular besar di pangkuan asy-Syaikh. Maka orang ramai yang hadir di majlis itu pun berlari tunggang langgang, ketakutan. Tetapi asy-Syaikh al-Jilani hanya duduk dengan tenang saja. Kemudian ular itu pun masuk ke dalam baju asy-Syaikh dan telah merayap-rayap di badannya. Setelah itu, ular itu telah naik pula ke lehernya. Namun, asy-Syaikh masih tetap tenang dan tidak berubah keadaan duduknya.
Setelah beberapa waktu berlalu, turunlah ular itu dari badan asy-Syaikh dan ia telah seperti bicara dengan asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani . Setelah itu, ular itu pun ghaib.
Kami pun bertanya kepada asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani tentang apa yang telah dipertuturkan oleh ular itu. Menurut beliau ular itu telah berkata bahwa dia telah menguji wali-wali Allah yang lain, tetapi dia tidak pernah bertemu dengan seorang pun yang setenang dan sehebat asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani .
Pada suatu hari, ketika asy-Syaikh sedang mengajar murid-muridnya di dalam sebuah majlis, seekor burung telah terbang di udara di atas majlis itu sambil mengeluarkan satu bunyi yang telah mengganggu majlis itu. Maka asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani pun berkata, “Wahai angin, ambil kepala burung itu.” Seketika itu juga, burung itu telah jatuh ke atas majlis itu, dalam keadaan kepalanya telah terputus dari badannya.
Setelah melihat keadaan burung itu, asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani pun turun dari kursi tingginya dan mengambil badan burung itu, lalu disambungkan kepala burung itu ke badannya. Kemudian asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani telah berkata, “Bismillaahirrahmaanirrahim.” Dengan serta-merta burung itu telah hidup kembali dan terus terbang dari tangan asy-Syaikh.
Maka takjublah para hadirin di majlis itu karena melihat kebesaran Allah yang telah ditunjukkanNya melalui tangan asy-Syaikh.
Telah diceritakan di dalam sebuah riwayat:
Pada suatu hari, di dalam tahun 537 Hijrah, seorang lelaki dari kota Baghdad (dikatakan oleh sesetengah perawi bahawa lelaki itu bernama Abu Sa‘id ‘Abdullah ibn Ahmad ibn ‘Ali ibn Muhammad al-Baghdadi) telah datang bertemu dengan asy-Syaikh Jilani, berkata, bahwa dia mempunyai seorang anak dara cantik berumur enam belas tahun bernama Fatimah. Anak daranya itu telah diculik (diterbangkan) dari atas anjung rumahnya oleh seorang jin.
Maka asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani pun menyuruh lelaki itu pergi pada malam hari itu, ke suatu tempat bekas rumah roboh, di satu kawasan lama di kota Baghdad bernama al-Karkh.
“Carilah bonggol yang kelima, dan duduklah di situ. Kemudian, gariskan satu bulatan sekelilingmu di atas tanah. Kala engkau membuat garisan, ucapkanlah “Bismillah, dan di atas niat asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani ” Apabila malam telah gelap, engkau akan didatangi oleh beberapa kumpulan jin, dengan berbagai-bagai rupa dan bentuk. Janganlah engkau takut. Apabila waktu hampir terbit fajar, akan datang pula raja jin dengan segala angkatannya yang besar. Dia akan bertanya hajatmu. Katakan kepadanya yang aku telah menyuruh engkau datang bertemu dengannya. Kemudian ceritakanlah kepadanya tentang kejadian yang telah menimpa anak perempuanmu itu.”
Lelaki itu pun pergi ke tempat itu dan melaksanakan arahan asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani itu. Beberapa waktu kemudian, datanglah jin-jin yang cuba menakut-nakutkan lelaki itu, tetapi jin-jin itu tidak berkuasa untuk melintasi garis bulatan itu. Jin-jin itu telah datang bergilir-gilir, yakni satu kumpulan selepas satu kumpulan. Dan akhirnya, datanglah raja jin yang sedang menunggang seekor kuda dan telah disertai oleh satu angkatan yang besar dan hebat rupanya.
Raja jin itu telah memberhentikan kudanya di luar garis bulatan itu dan telah bertanya kepada lelaki itu, “Wahai manusia, apakah hajatmu?”
Lelaki itu telah menjawab, “Aku telah disuruh oleh asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani untuk bertemu denganmu.”
Begitu mendengar nama asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani diucapkan oleh lelaki itu, raja jin itu telah turun dari kudanya dan terus mengucup bumi. Kemudian raja jin itu telah duduk di atas bumi, disertai dengan seluruh anggota rombongannya. Sesudah itu, raja jin itu telah bertanyakan masalah lelaki itu. Lelaki itu pun menceritakan kisah anak daranya yang telah diculik oleh seorang jin. Setelah mendengar cerita lelaki itu, raja jin itu pun memerintahkan agar dicari si jin yang bersalah itu. Beberapa waktu kemudian, telah dibawa ke hadapan raja jin itu, seorang jin lelaki dari negara Cina bersama-sama dengan anak dara manusia yang telah diculiknya.
Raja jin itu telah bertanya, “Kenapakah engkau sambar anak dara manusia ini? Tidakkah engkau tahu yang dia ini berada di bawah naungan al-Quthb ?”
Jin lelaki dari negara Cina itu telah mengatakan yang dia telah jatuh berahi dengan anak dara manusia itu. Raja jin itu pula telah memerintahkan agar dipulangkan perawan itu kepada bapanya, dan jin dari negara Cina itu pula telah dikenakan hukuman pancung kepala.
Lelaki itu pun mengatakan rasa takjubnya dengan segala perbuatan raja jin itu, yang sangat patuh kepada asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani.
Raja jin itu berkata pula, “Sudah tentu, karena asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani boleh melihat dari rumahnya semua kelakuan jin-jin yang jahat. Dan mereka semua sedang berada di sejauh-jauh tempat di atas bumi, karena telah lari dari sebab kehebatannya. Allah Ta’ala telah menjadikan asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani bukan saja al-Qutb bagi umat manusia, bahkan juga ke atas seluruh bangsa jin.”
Telah bercerita asy-Syaikh Abi ‘Umar ‘Uthman dan asy-Syaikh Abu Muhammad ‘Abdul Haqq al-Huraimy:
Pada 3 hari bulan Safar, kami berada di sisi asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani Pada waktu itu, asy-Syaikh sedang mengambil wudu dan memakai sepasang terompah. Setelah selesai menunaikan solat dua rakaat, dia telah bertempik dengan tiba-tiba, dan telah melemparkan salah satu dari terompah-terompah itu dengan sekuat tenaga sampai tak nampak lagi oleh mata. Selepas itu, dia telah bertempik sekali lagi, lalu melemparkan terompah yang satu lagi. Kami yang berada di situ, telah melihat dengan ketakjubannya, tetapi tidak ada seorang pun yang telah berani menanyakan maksud semua itu.
Dua puluh tiga hari kemudian, sebuah kafilah telah datang untuk menziarahi asy-Syaikh ‘Abdul Qadir al-Jilany. Mereka (yakni para anggota kafilah itu) telah membawa hadiah-hadiah untuknya, termasuk baju, emas dan perak. Dan yang anehnya, termasuk juga sepasang terompah. Apabila kami amat-amati, kami lihat terompah-terompah itu adalah terompah-terompah yang pernah dipakai oleh asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani pada satu masa dahulu. Kami pun bertanya kepada ahli-ahli kafilah itu, dari manakah datangnya sepasang terompah itu. Inilah cerita mereka:
Pada 3 haribulan Safar yang lalu, ketika kami sedang di dalam satu perjalanan, kami telah diserang oleh satu kumpulan perompak. Mereka telah merampas kesemua barang-barang kami dan telah membawa barang-barang yang mereka rampas itu ke satu lembah untuk dibagi-bagikan di antara mereka.
Kami pun berbincang sesama sendiri dan telah mencapai satu keputusan. Kami lalu menyeru asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani agar menolong kami. Kami juga telah bernazar apabila kami sudah selamat, kami akan memberinya beberapa hadiah.
Tiba-tiba, kami terdengar satu jeritan yang amat kuat, sehingga menggegarkan lembah itu dan kami lihat di udara ada satu benda yang sedang melayang dengan sangat laju sekali. Beberapa waktu kemudian, terdengar satu lagi bunyi yang sama dan kami lihat satu lagi benda seumpama tadi yang sedang melayang ke arah yang sama.
Selepas itu, kami telah melihat perompak-perompak itu berlari lintang-pukang dari tempat mereka sedang membagi-bagikan harta rampasan itu dan telah meminta kami mengambil balik harta kami, karena mereka telah ditimpa satu kecelakaan. Kami pun pergi ke tempat itu. Kami lihat kedua orang pemimpin perompak itu telah mati. Di sisi mereka pula, ada sepasang terompah. Inilah terompah-terompah itu.
Telah bercerita asy-Syaikh Abduh Hamad ibn Hammam:
Pada mulanya aku memang tidak suka kepada asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani. Walaupun aku merupakan seorang saudagar yang paling kaya di kota Baghdad waktu itu, aku tidak pernah merasa tenteram ataupun berpuas hati.
Pada suatu hari, aku telah pergi menunaikan solat Jum’at. Ketika itu, aku tidak mempercayai tentang cerita-cerita karomah yang dikaitkan pada asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani. Sesampainya aku di masjid itu, aku dapati beliau telah ramai dengan jamaah. Aku mencari tempat yang tidak terlalu ramai, dan kudapati betul-betul di hadapan mimbar.
Di kala itu, asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani baru saja mulai untuk khutbah Jumaat. Ada beberapa perkara yang disentuh oleh asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani yang telah menyinggung perasaanku. Tiba-tiba, aku terasa hendak buang air besar. Untuk keluar dari masjid itu memang sukar dan agak mustahil. Dan aku dihantui perasaan gelisah dan malu, takut-takut aku buang air besar di sana di depan orang banyak. Dan kemarahanku terhadap asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani pun bertambah dan memuncak.
Pada saat itu, asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani telah turun dari atas mimbar itu dan telah berdiri di hadapanku. Sambil beliau terus memberikan khutbah, beliau telah menutup tubuhku dengan jubahnya. Tiba-tiba aku sedang berada di satu tempat yang lain, yakni di satu lembah hijau yang sangat indah. Aku lihat sebuah anak sungai sedang mengalir perlahan di situ dan keadaan sekelilingnya sunyi sepi, tanpa kehadiran seorang manusia.
Aku pergi membuang air besar. Setelah selesai, aku mengambil wudlu. Apabila aku sedang berniat untuk pergi bersolat, dan tiba-tiba diriku telah berada ditempat semula di bawah jubah asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani. Dia telah mengangkat jubahnya dan menaiki kembali tangga mimbar itu.
Aku sungguh-sungguh merasa terkejut. Bukan karena perutku sudah merasa lega, tetapi juga keadaan hatiku. Segala perasaan marah, ketidakpuasan hati, dan perasaan-perasaan jahat yang lain, semuanya telah hilang.
Selepas sembahyang Jum’at berakhir, aku pun pulang ke rumah. Di dalam perjalanan, aku menyadari bahwa kunci rumahku telah hilang. Dan aku kembali ke masjid untuk mencarinya. Begitu lama aku mencari, tetapi tidak aku temukan, terpaksa aku menyuruh tukang kunci untuk membuat kunci yang baru.
Pada keesokan harinya, aku telah meninggalkan Baghdad dengan rombonganku karena urusan perniagaan. Tiga hari kemudian, kami telah melewati satu lembah yang sangat indah. Seolah-olah ada satu kuasa ajaib yang telah menarikku untuk pergi ke sebuah anak sungai. Barulah aku teringat bahwa aku pernah pergi ke sana untuk buang air besar, beberapa hari sebelum itu. Aku mandi di anak sungai itu. Ketika aku sedang mengambil jubahku, aku telah temukan kembali kunciku, yang rupa-rupanya telah tertinggal dan telah tersangkut pada sebatang dahan di situ.
Setelah aku sampai di Baghdad, aku menemui asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani dan menjadi anak muridnya.
Rayuan setan dalam pacaran?!!
Para pembaca yang budiman, ketika seseorang beranjak dewasa, muncullah benih di dalam jiwa untuk mencintai lawan jenisnya. Ini merupakan fitrah (insting) yang diberikan oleh Allah kepada manusia. Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan terhadap perkara yang dinginkannya berupa wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenagan hidup di dunia. Dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik.” (QS. Ali Imran: 14)
Adab Bergaul Antara Lawan Jenis
Islam adalah agama yang sempurna, di dalamnya diatur seluk-beluk kehidupan manusia, bagaimana pergaulan antara lawan jenis. Di antara adab bergaul antara lawan jenis sebagaimana yang telah diajarkan oleh agama kita adalah:
1. Menundukkan pandangan terhadap lawan jenis
Allah berfirman yang artinya, “Katakanlah kepada laki-laki beriman: Hendahlah mereka menundukkan pandangannya dan memelihara kemaluannya.” (QS. an-Nur: 30). Allah juga berfirman yang artinya,”Dan katakalah kepada wanita beriman: Hendaklah mereka menundukkan pandangannya dan memelihara kemaluannya.” (QS. an-Nur: 31)
2. Tidak berdua-duaan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah seorang laki-laki berdua-duaan (kholwat) dengan wanita kecuali bersama mahromnya.” (HR. Bukhari & Muslim)
3. Tidak menyentuh lawan jenis
Di dalam sebuah hadits, Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Demi Allah, tangan Rasulullah tidak pernah menyentuh tangan wanita sama sekali meskipun saat membaiat (janji setia kepada pemimpin).” (HR. Bukhari). Hal ini karena menyentuh lawan jenis yang bukan mahromnya merupakan salah satu perkara yang diharamkan di dalam Islam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seandainya kepala seseorang ditusuk dengan jarum besi, (itu) masih lebih baik daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (HR. Thabrani dengan sanad hasan)
Jika memandang saja terlarang, tentu bersentuhan lebih terlarang karena godaannya tentu jauh lebih besar.
Salah Kaprah Dalam Bercinta
Tatkala adab-adab bergaul antara lawan jenis mulai pudar, luapan cinta yang bergolak dalam hati manusia pun menjadi tidak terkontrol lagi. Akhirnya, setan berhasil menjerat para remaja dalam ikatan maut yang dikenal dengan “pacaran“. Allah telah mengharamkan berbagai aktifitas yang dapat mengantarkan ke dalam perzinaan. Sebagaimana Allah berfirman yang artinya, “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesugguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS. al-Isra’: 32). Lalu pintu apakah yang paling lebar dan paling dekat dengan ruang perzinaan melebihi pintu pacaran?!!
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah menetapkan untuk anak adam bagiannya dari zina, yang pasti akan mengenainya. Zina mata adalah dengan memandang, zina lisan adalah dengan berbicara, sedangkan jiwa berkeinginan dan berangan-angan, lalu farji (kemaluan) yang akan membenarkan atau mendustakannya.” (HR. Bukhari & Muslim). Kalaulah kita ibaratkan zina adalah sebuah ruangan yang memiliki banyak pintu yang berlapis-lapis, maka orang yang berpacaran adalah orang yang telah memiliki semua kuncinya. Kapan saja ia bisa masuk. Bukankah saat berpacaran ia tidak lepas dari zina mata dengan bebas memandang? Bukankah dengan pacaran ia sering melembut-lembutkan suara di hadapan pacarnya? Bukankah orang yang berpacaran senantiasa memikirkan dan membayangkan keadaan pacarnya? Maka farjinya pun akan segera mengikutinya. Akhirnya penyesalan tinggallah penyesalan. Waktu tidaklah bisa dirayu untuk bisa kembali sehingga dirinya menjadi sosok yang masih suci dan belum ternodai. Setan pun bergembira atas keberhasilan usahanya….
Iblis, Sang Penyesat Ulung
Tentunya akan sulit bagi Iblis dan bala tentaranya untuk menggelincirkan sebagian orang sampai terjatuh ke dalam jurang pacaran gaya cipika-cipiki atau yang semodel dengan itu. Akan tetapi yang perlu kita ingat, bahwasanya Iblis telah bersumpah di hadapan Allah untuk menyesatkan semua manusia. Iblis berkata, “Demi kekuasaan-Mu, aku akan menyesatkan mereka semuanya.” (QS. Shaad: 82). Termasuk di antara alat yang digunakan Iblis untuk menyesatkan manusia adalah wanita. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Tidaklah aku tinggalkan setelahku fitnah (ujian) yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada wanita.” (HR. Bukhari & Muslim). Kalaulah Iblis tidak berhasil merusak agama seseorang dengan menjerumuskan mereka ke dalam gaya pacaran cipika-cipiki, mungkin cukuplah bagi Iblis untuk bisa tertawa dengan membuat mereka berpacaran lewat telepon, SMS atau yang lainnya. Yang cukup menyedihkan, terkadang gaya pacaran seperti ini dibungkus dengan agama seperti dengan pura-pura bertanya tentang masalah agama kepada lawan jenisnya, miss called atau SMS pacarnya untuk bangun shalat tahajud dan lain-lain.
Ringkasnya sms-an dengan lawan jenis, bukan saudara dan bukan karena kebutuhan mendesak adalah haram dengan beberapa alasan: (a) ini adalah semi berdua-duaan, (b) buang-buang pulsa, dan (c) ini adalah jalan menuju perkara yang haram. Mudah-mudahan Allah memudahkan kita semua untuk menjalankan perintah-Nya serta menjauhi larangan-Nya.
repost : http://blog.bukukita.com
Jumat, 24 Februari 2012
Biografi Imam Syafi'i
Imam
Syafi’i yang dikenal sebagai pendiri madzhab Syafi’i memiliki nama
lengkap Muhammad bin Idris As Syafi’i Al Quraisy. Beliau dilahirkan di
daerah Ghazzah, Palestina pada tahun 150 H di bulan Rajab.
Nasab Imam Syafi’i
Beliau
bernama Muhammad bin Idris bin Abbas bin Utsman bin Syafi’i bin Saib
bin Abdu Yazid bin Hasyim bin Abdullah bin Abdu Manaf. Kun-yah
(panggilan kehormatan) beliau adalah Abu Abdullah (bapaknya Abdullah)
dikarenakan salah seorang anak beliau yang bernama Abdullah. Nasab Imam
Syafi’i bertemu dengan nasab Rasulullah Shalallahu alahi wa salam (SAW)
pada Abdu Manaf. Sedangkan Hasyim kakek Imam Syafi’i bukanlah kakek dari
Rasulullah SAW.
Diriwayatkan bahwa ketika beberapa hari setelah ibunda Imam
Syafi’i melahirkan terdengar kabar dari Baghdad tentang meninggalnya
Imam Abu Hanifah. Tatkala diteliti dengan seksama ternyata hari
meninggalnya Imam Abu Hanifah bertepatan dengan saat lahirnya Imam
Syafi’i. Para ulama waktu itu mengisyaratkan bahwa Muhammad yang baru
lahir kelak akan mengikuti derajat keilmuan Imam Abu Hanifah.
Hadits Rasulullah
SAW yang mengisyaratkan kedatangan Imam Syafi’i
Para
ulama telah menelaah sejumlah hadits dari Rasulullah SAW berkenaan
dengan kegembiraan Rasulullah SAW kepada Imam Syafi’i.
Hadits
dari Ibnu Mas’ud beliau berkata: “Rasulullah SAW telah bersabda:
janganlah kamu mencaci-maki Quraisy karena orang alim Quraisy itu
ilmunya akan memenuhi bumi. Ya Allah, Engkau telah memberi siksaan pada
awal Quraisy, maka berilah anugerah pada akhir Quraisy.”
Hadits
dari Ali bin Abi Thalib beliau berkata: “Rasulullah SAW telah
bersabda: jangan kamu mengimami orang Quraisy dan bermakmumlah kamu pada
mereka. Jangan mendahului Quraisy akan tetapi dahulukanlah mereka.
Jangan kamu mengajari Quraisy tetapi belajarlah dari mereka karena ilmu
orang alim Quraisy akan menyebar ke seluruh dunia,”
Masjid Imam Syafi'i
Kesungguhan Imam
Syafi’i dalam menuntut ilmu
Meskipun dibesarkan dalam keadaan
yatim dan kondisi keluarga yang miskin, tidak menjadikan beliau rendah
diri apalagi malas. Sebaliknya, keadaan itu membuat beliau makin giat
menuntut ilmu. Pada umur 9 tahun beliau telah hafal Al Quran seluruhnya.
Beliau banyak berdiam di Masjid al-Haram dimana beliau menuntut ilmu
pada ulama-ulama dalam berbagai bidang ilmu. Beliau mencatat ilmu-ilmu
yang telah diperolehnya pada kertas-kertas, kulit dan tulang binatang.
Hingga pada suatu hari kamar tempat istirahatnya penuh oleh kertas,
kulit dan tulang. Maka seluruh catatan pada benda-benda itu dihafal oleh
Imam seluruhnya, lalu setelah itu benda-benda tersebut dibakarnya.
Kekuatan
hafalan Imam Syafi’i sangat mencengangkan.
Sampai-sampai seluruh kitab yang dibaca dapat dihafalnya. Ketika beliau
membaca satu kitab beliau berusaha menutup halaman yang kiri dengan
tangan kanannya karena khawatir akan melihat halaman yang kiri dan
menghafalnya terlebih dahulu sebelum beliau hafal halaman yang kanan.
Mengenai
hal ini beliau bercerita: bahwa beliau pernah bermimpi bertemu
Rasulullah SAW dan Rasulullah SAW berkata kepadanya: “Siapa kamu hai
anak muda?” Imam Syafi’i berkata. : “aku
termasuk umatmu, ya Rasulullah” Rasul berkata:
“mendekatlah padaku.” Imam Syafi’i lalu mendekat
kepada Rasulullah SAW, lalu Rasul mengambil air liurnya dan meletakkan
air liur itu ke dalam mulut dan bibir Imam Syafi’i. setelah itu
Rasulullah SAW berkata padanya: “ berangkatlah, semoga Allah
memberkahimu.” Setelah mimpi itu beliau tak pernah
merasa kesulitan dalam menghafal ilmu.
Beliau juga telah
mencapai kemampuan berbahasa yang sangat indah. Kemampuan beliau dalam
menggubah syair dan ketinggian mutu bahasanya mendapat pengakuan dan
penghargaan yang sangat tinggi oleh orang-orang alim yang sejaman dengan
beliau.
Demikian tinggi prestasi-prestasi keilmuan yang telah
beliau capai dalam usia yang masih sangat belia, sehingga guru-gurunya
membolehkan beliau untuk berfatwa di Masjid al-Haram. Ketika itu beliau
bahkan baru mencapai usia 15 tahun.
Kepergian Imam Syafi’i ke Madinah
Imam Syafi’i hidup sejaman dengan Imam Malik bin Anas,
seorang ulama besar pendiri madzhab Maliki. Imam Malik bin Anas juga
dikenal sebagai Ahli Hadits. Beliau menghimpun hadits-hadits nabi dalam
kitab beliau yang berjudul Muwattha’. Imam Syafi’i pernah meminjam kitab
Muwattha’ pada salah seorang penduduk Mekkah dan menghafalnya dalam
waktu singkat. Imam Syafi’i rindu untuk melihat Imam Malik di Madinah Al
Munawwarah dan berharap dapat mengambil manfaat dari ilmu beliau.
Maka
pada suatu hari berangkatlah Imam Syafi’i ke Madinah dengan niat untuk
menuntut ilmu. Dalam perjalanan dari Mekkah menuju Madinah beliau
mengkhatamkan bacaan Al Qur’an sebanyak 16 kali. Malam satu kali khatam
dan siangnya satu kali. Pada hari ke delapan beliau tiba di Madinah
setelah shalat ashar. Beliau shalat di Masjid Nabawi dan berziarah
terlebih dahulu ke makam Rasulullah SAW. Setelah itu baru beliau menuju
kediaman Imam Malik bin Anas.
Ketika Imam Syafi’i menghadap
Imam Malik, beliau berkata: “mudah-mudahan Allah selalu memberimu
kebaikan. Aku adalah seorang penuntut ilmu. Kondisi dan ceritaku begini
dan begini…”
Mendengar perkataan itu Imam Malik merasa kasihan dan bertanya
kepadanya: “siapa namamu?” Imam Syafi’i menjawab:
“Muhammad.” Imam Malik berkata kepadanya; “wahai Muhammad,
bertaqwalah kepada Allah, hindarilah maksiat. Aku melihat di hatimu ada
cahaya. Karena itu janganlah kamu padamkan cahaya itu dengan maksiat.
Sesungguhnya cahaya itu akan menjadikanmu dibutuhkan oleh manusia. “ Imam
Syafi’i menjawab: “ya.” Imam Malik lalu berkata: “kalau
besok kamu masih ada, kami akan mengajarkanmu kitab Muwattha’.”
Imam
Syafi’i berkata: “wahai tuanku, aku telah membaca kitab Muwattha’
sampai hafal.” Imam Malik berkata: “bacalah!” lalu
Imam Syafi’i membaca dan Imam Malik menyimaknya. Ketika Imam Syafi’i
khawatir Imam Malik lelah, maka beliau berhenti. Dan Imam Malik lalu
berkata: “teruskan wahai anak muda, aku akan memperbaiki
bacaanmu.” Demikianlah, maka aktivitas harian Imam Syafi’i adalah
membaca kitab Muwattha’ dibawah bimbingan Imam Malik.
Beliau
pun selalu hadir di majlis ilmu Imam Malik yang menerangkan tentang
hadits-hadits Rasulullah SAW. Imam Malik memuji kuatnya hafalan dan
keluasan pemahaman Imam Syafi’i terhadap ilmu yang dipelajarinya.
Seringkali sehabis membacakan kitabnya, Imam Malik meminta Imam Syafi’i
untuk menyampaikannya kepada orang lain. Imam Malik juga sering
memberikan hadiah kepada sang murid sebagai wujud rasa cinta dan
perhatian beliau kepadanya.
Demikian juga Imam Syafi’i
begitu mencintai gurunya dengan sepenuh hati. Beliau berkata: “Malik
bin Anas adalah guruku. Dari beliau aku belajar dan tidak ada orang
yang aku percaya kecuali Malik bin Anas. Dan aku menjadikan Malik bin
Anas sebagai hujjah (saksi) antara aku dan Allah.”
Kepergian Imam
Syafi’i ke Iraq
Pada waktu
Imam Syafi’i telah menyelesaikan pelajarannya pada Imam Malik, beliau
mendengar kabar tentang Abu Yusuf dan Muhammad bin Hasan yang adalah
murid sekaligus sahabat Imam Abu Hanifah yang sedang berada di Iraq
yaitu di kota Kufah. Beliau ingin sekali bertemu dengan mereka berdua.
Maka Imam Syafi’i lantas memohon izin kepada Imam Malik untuk pergi ke
Iraq. Imam Malik memberi tambahan bekal kepada beliau dan menyewakannya
hewan tunggangan menuju kota Kufah.
Di Kufah,
begitu berjumpa dengan Abu Yusuf dan Muhammad bin Hasan,
mereka berdua sangat gembira dengan kedatangan Imam Syafi’i. Mereka
bertanya kepada beliau tentang Imam Malik bin Anas. Beliau berkata: “aku
telah datang kepadanya.” Salah satu dari keduanya
berkata: “apakah kamu melihat kitab Muwattha’?” Imam Syafi’i
menjawab: “aku telah menghafal kitab tersebut dalam lubuk hatiku.”
Itu
semua telah membuat Muhammad bin Hasan dan Abu Yusuf menaruh hormat
kepada Imam Syafi’i. Muhammad bin Hasan lalu bertanya kepada beliau
tentang masalah thaharah, zakat, jual beli, dan masalah lainnya yang
dijawab dengan jawaban yang sangat bagus oleh Imam Syafi’i. Bertambah
kagumlah Muhammad bin Hasan pada beliau. Kemudian ia mengajak Imam
Syafi’i ke rumahnya dan mengizinkan Imam Syafi’i untuk menyalin kitab
apa saja yan dia inginkan yang ada di perpustakaan miliknya.
Selama
di Kufah, Imam Syafi’i menjadi tamu Muhammad bin Hasan. Ketika beliau
telah selesai mempelajari kitab-kitab di perpustakaan Muhammad bin
Hasan, beliau lantas mohon izin untuk meneruskan perjalanan menuju
Persia dan kota-kota disekitarnya.
Kembali ke Madinah
Ketika beliau di kota Romlah ada serombongan orang
Madinah datang. Beliau bertanya tentang keadaan guru beliau, Imam Malik
bin Anas. Mereka menjawab bahwa Imam Malik dalam keadaan sehat. Imam
Syafi’i merasa rindu dan ingin sekali berjumpa dengan guru yang sangat
dicintainya itu. Maka beliau pun mempersiapkan diri untuk perjalanan
menuju ke Madinah.
Sampai di Madinah, setelah
berziarah ke makam Rasulullah SAW, beliau lantas menuju pengajian Imam
Malik. Ketika Imam Malik mengetahui kehadiran Imam Syafi’i, beliau
memanggilnya dan memeluknya dengan penuh kerinduan. Murid-murid Imam
Malik yang lain merasa terharu melihat peristiwa ini. Imam Malik lalu
membawa Imam Syafi’i duduk disisinya. Beliau berkata: “ajarilah ini,
wahai Syafi’i.” Setelah menyelesaikan pelajaran itu, Imam Malik
mengajak Imam Syafi’i ke rumahnya.
Imam Syafi’i tinggal selama
beberapa tahun di Madinah. Selama itu beliau senantiasa mendapat
perlakuan yang istimewa dan sangat diperhatikan oleh gurunya. Pada bulan
Rabi’ul awwal tahun 179 H Imam Malik bin Anas wafat dan dimakamkan
di pemakaman Baqi’ di kota Madinah. Seluruh penduduk Madinah
tenggelam dalam duka cita karena meninggalnya Imam yang sangat alim dan
mulia ini.
Setelah wafatnya Imam Malik, Imam Syafi’i masih
tinggal beberapa lama di Madinah. Beliau kemudian pergi ke Yaman,
menetap dan mengajarkan ilmunya di sana.
Berita tentang keluasan
ilmu beliau segera saja menyebar ke seluruh negeri. Orang berduyun-duyun
datang untuk menyimak pelajaran yang beliau sampaikan. Ketinggian ilmu
dan ma’rifahnya, baik itu dibidang fiqh, hadits, filsafat, kedokteran,
ilmu falak dan lain-lain membuat khalifah Harun al-Rasyid mengundang
beliau dan meminta beliau untuk mengajar di kota Baghdad. Sejak saat itu
beliau dikenal secara luas dan lebih banyak lagi orang yang datang
menuntut ilmu padanya. Pada waktu itulah madzhab beliau mulai dikenal.
Imam Syafii mengajar banyak orang yang kelak sebagian dari mereka
menjadi ulama-ulama yang besar pula. Diantara murid-murid beliau yaitu
Imam Ahmad bin Hanbal yang kelak dikenal sebagai salah seorang Imam
madzhab juga.
Semua orang, baik dari kalangan pejabat maupun rakyat
sangat mencintai dan mengagungkan kedudukan Imam Syafi’i. Demikian pula
murid-murid beliau begitu menaruh hormat padanya. Ini terbukti ketika
Imam Ahmad bin Hanbal sakit dan Imam Syafi’i membesuknya. Waktu beliau
sampai di rumahnya, Imam Ahmad bin Hanbal langsung turun dari tempat
tidurnya dan meminta Imam Syafi’i untuk duduk di tempat itu. Sedangkan
Imam Ahmad bin Hanbal duduk di tanah dan sewaktu-waktu beliau bertanya
pada Imam Syafi’i.
Ketika Imam Syafi’i hendak pulang, Imam Ahmad
bin Hanbal menaikkan beliau ke hewan tunggangannya. Lalu
Imam Ahmad bin Hanbal naik ke tunggangannya -beliau dalam kondisi sakit-
dengan menerobos jalan dan pasar-pasar Baghdad, sampai ia bisa
mengantar Imam Syafi’i tiba di rumahnya.
Pulang ke Mekkah
Setelah beberapa waktu berada di Baghdad, beliau
bermaksud pulang ke Mekkah. Memakan waktu perjalanan beberapa hari
akhirnya beliau sampai di Mekkah. Waktu itu tahun 181 H. Sebelum masuk
kota Mekkah, beliau mendirikan kemah di luar kota. Penduduk Mekkah
keluar untuk menyampaikan salam dan menyambutnya. Beliau lalu
membagi-bagikan seluruh emas dan perak yang beliau miliki kepada mereka.
Hal itu dilakukan untuk melaksanakan wasiat ibunya ketika beliau datang
ke Mekkah. Begitulah, Imam Syafi’i masuk ke kota Mekkah dalam keadaan
tidak membawa apapun, sama seperti ketika beliau keluar dari Mekkah
dalam keadaan tidak membawa benda apapun.
Beliau tinggal di
Mekkah selama 17 tahun. Selama berada disana beliau mengajarkan ilmu
pada manusia. Madzhab Imam Syafi’i tersebar di antara jamaah haji dan
mereka membawa madzhab tersebut ke tempat asal mereka masing-masing.
Selama
17 tahun tinggal di Mekkah beliau mendengar wafatnya Abu Yusuf dan
Muhammad bin Hasan yang dahulu pernah ditemuinya di kota Kufah. Setelah
itu wafat pula Harun al-Rasyid.
Setelah sekian lama tinggal
di Mekkah beliau lantas kembali ke kota Baghdad. Disana beliau
melanjutkan kegiatan mengajar selama beberapa waktu. Setelah itu beliau
bermaksud hendak pergi ke Mesir. Ketika penduduk Baghdad mendengar akan
kepergian orang mulia ini, maka mereka keluar untuk perpisahan dengan
beliau. Di tengah-tengah penduduk ini ada Imam Ahmad bin Hanbal. Maka
diwaktu itu Imam Syafi’i memegang erat tangan Imam Ahmad bin Hanbal dan
berkata: “sungguh aku rindu akan bumi Mesir. Selain Mesir adalah
bumi yang tandus. Demi Allah, aku tidak tahu untuk kemuliaan atau untuk
kaya aku pindah ke Mesir. Atau pindah ke kubur?”
Seakan-akan
Imam Syafii merasa akan wafat di Mesir dan kuburannya akan berada di
negeri itu. Lalu beliau menangis. Imam Ahmad bin Hanbal dan semua orang
yang menyaksikan perpisahan itu menangis semua. Imam Ahmad bin Hanbal
pulang sambil bercucuran airmata dan berkata pada para penduduk Baghdad:
“ sungguh ilmu fiqh telah tertutup, lalu Allah membukakan ilmu itu
dengan kedatangan Imam Syafi’i.”
Menetap di Mesir
Di negeri Mesir segera saja penduduknya jatuh hati pada
Imam Syafi’i. Para ulama negeri itu juga memuliakannya dan meminta
beliau untuk mengajar di masjid Amru bin Ash. Beliau mengajar sehabis
subuh sampai zhuhur. Imam Syafi’i adalah orang pertama yang mengajar
ilmu hadits di Mesir sampai zhuhur. Setelah itu beliau melanjutkan
pelajaran di rumahnya.
Para ulama dan orang-orang
jenius terpelajar lainnya datang menyimak pelajaran yang beliau
sampaikan baik di masjid maupun di rumah. Di antara orang-orang yang
belajar pada beliau yang kelak menjadi ulama terkenal adalah Muhammad
bin Abdullah bin Hakam, Abu Ibrahim bin Ismail bin Yahya Al-Muzani, Abu
Yaqub Yusuf bin Yahya Al-Buwaiti, Rabi’ Al-Jizi dan lain
sebagainya.
Ketika di Mesir ini pula Imam Syafi’i banyak menulis
kitab yang berisi madzhab beliau. Di antara kitabnya adalah Al-Umm,
Imla’ al-Shaghir, Jizyah, Ar-Risalah dan
lain sebagainya.
Sebagian
dari akhlak Imam Syafi’i
Imam Syafi’i
adalah seorang yang taqwa, zuhud dan wara’. Beliau juga
sangat santun dalam memberi peringatan kepada orang yang melakukan
kesalahan. Hatinya sangat lembut dan dermawan terhadap harta.
Baihaqi
meriwayatkan dari Hasan bin Habib. Dia berkata: “Aku melihat Imam
Syafi’i menunggang kuda melewati pasar sepatu. Tiba-tiba cambuknya jatuh
dan mengenai salah seorang pedagang sepatu. Lalu pedagang sepatu itu
mengusap cambuk untuk membersihkannya dan memberikan cambuk itu pada
beliau. Imam Syafi’i lalu menyuruh budaknya untuk memberikan uangnya
pada pedagang itu.”
Tiada hari yang dilewati beliau
tanpa bershadaqah. Siang dan malam beliau selalu bershadaqah, Apalagi di
bulan Ramadhan. Beliau juga sering mengunjungi fakir miskin dan
menjamin kebutuhan-kebutuhan mereka. Untuk menafkahi keluarganya beliau
berdagang.
Imam Syafi’i sangat baik dalam memperlakukan
kerabat-kerabatnya. Beliau menghormati mereka dan tidak menyombongkan
dirinya. Beliau menghormati orang sesuai posisinya. Imam Syafi’i pernah
berkata: “Paling zhalimnya orang adalah ia yang menjauhi kerabatnya,
tidak mau tahu terhadap mereka, meremehkan dan sombong pada orang yang
memiliki keutamaan.”
Beliau juga senantiasa memaafkan
orang yang berbuat kesalahan kepadanya. Beliau membalas kejahatan dengan
kebaikan dan tidak pernah menyimpan dendam kepada seseorang.
Pujian Ahmad bin
Hanbal kepada Imam Syafi’i
Sewaktu di Baghdad, Imam Syafi’i
selalu bersama Imam Ahmad bin Hanbal. Demikian cintanya pada Imam
Syafi’i, sehingga putra-putri Imam Ahmad merasa penasaran kepada
bapaknya itu. Putri Imam Ahmad memintanya untuk mengundang Imam Syafii
bermalam di rumah untuk mengetahui perilaku beliau dari dekat. Imam
Ahmad bin Hanbal lalu menemui Imam Syafi’i dan menyampaikan undangan
itu.
Ketika Imam Syafi’i telah berada di rumah Ahmad,
putrinya lalu membawakan hidangan. Imam Syafi’i memakan banyak sekali
makanan itu dengan sangat lahap. Ini membuat heran putri Imam Ahmad bin
Hanbal.
Setelah makan malam, Imam Ahmad bin Hanbal
mempersilakan Imam Syafi’i untuk beristirahat di kamar yang telah
disediakan. Putri Imam Ahmad melihat Imam Syafi’i langsung merebahkan
tubuhnya dan tidak bangun untuk melaksanakan shalat malam. Pada waktu
subuh tiba beliau langsung berangkat ke masjid tanpa berwudhu terlebih
dulu.
Sehabis shalat subuh, putri Imam Ahmad bin Hanbal
langsung protes kepada ayahnya tentang perbuatan Imam Syafi’i, yang
menurutnya kurang mencerminkan keilmuannya. Imam Ahmad yang menolak
untuk menyalahkan Imam Syafi’i, langsung menanyakan hal itu kepada Imam
Syafi’i.
Mengenai hidangan yang dimakannya dengan sangat lahap
beliau berkata: “Ahmad, memang benar aku makan banyak, dan itu ada
alasannya. Aku tahu hidangan itu halal dan aku tahu kau adalah orang
yang pemurah. Maka aku makan sebanyak-banyaknya. Sebab makanan yang
halal itu banyak berkahnya dan makanan dari orang yang pemurah adalah
obat. Sedangkan malam ini adalah malam yang paling berkah bagiku.”
“Kenapa
begitu, wahai guru?”
“Begitu aku meletakkan kepala
di atas bantal seolah kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW digelar di
hadapanku. Aku menelaah dan telah menyelesaikan 100 masalah yang
bermanfaat bagi orang islam. Karena itu aku tak sempat shalat malam.”
Imam
Ahmad bin Hanbal berkata pada putrinya: “inilah yang dilakukan
guruku pada malam ini. Sungguh, berbaringnya beliau lebih utama dari
semua yang aku kerjakan pada waktu tidak tidur.”
Imam
Syafi’i melanjutkan: “Aku shalat subuh tanpa wudhu sebab aku masih
suci. Aku tidak memejamkan mata sedikit pun .wudhuku masih terjaga sejak
isya, sehingga aku bisa shalat subuh tanpa berwudhu lagi.”
Dilain
kesempatan Imam Ahmad bin Hanbal pernah berkata: “aku tidak pernah
shalat sejak 40 tahun silam kecuali dalam shalatku itu aku berdoa untuk
Imam Syafi’i.”
Abdullah,
putranya lantas bertanya: “wahai ayahku, seperti apa sih Syafi’i,
sehingga ayah selalu
Makam Imam Syafi'i
berdoa
untuknya?” Imam Ahmad bin Hanbal menjawab: “wahai anakku, Imam
Syafi’i bagaikan matahari bagi dunia dan seperti kesehatan bagi tubuh.
Lihatlah anakku, betapa pentingnya dua hal itu.”
Abdul
Malik bin Abdul Hamid al-Maimuni berkata: “Aku berada di sisi Ahmad
bin Hanbal dan beliau selalu menyebut Imam Syafi’i. Aku selalu melihat
beliau mengagungkan Imam Syafi’i.”
Wafatnya Imam Syafi’i
Beliau
wafat pada malam jum’at akhir dari bulan Rajab tahun 204 H setelah
mengalami sakit selama beberapa waktu. Setelah isya ruh beliau yang suci
kembali ke Rahmatullah di pangkuan murid beliau, yaitu Rabi’
al-Jizi. Jenazah beliau dimakamkan dengan iringan tangis dan rintih duka
cita dari segenap penduduk Mesir.
Dari berbagai sumber.
Puncak Kedengkian
Murtadha Muthahhari pernah berkisah tentang orang
yang memiliki sifat dengki atau hasad, dimana kedengkiannya ini sudah
mencapai puncaknya, hingga ia tak lagi memikirkan nasibnya sendiri. Yang
dipikirkan oleh si pendengki ini hanyalah bagaimana caranya agar orang
yang didengkinya celaka. Inilah kisahnya:
Di suatu masa, seorang yang kaya membeli seorang
budak. Sesampainya di rumah, budak itu amat dimanjakan oleh tuannya. Ia
diberi makanan yang enak-enak dan pakaian yang indah. Budak itu juga
diberi perhiasan dan uang yang banyak oleh sang majikan, persis seperti
anak sendiri, bahkan lebih. Budak tersebut juga tak pernah diberi
pekerjaan apa pun. Tentu saja budak ini keheranan dengan perbuatan sang
majikan. Apalagi ia melihat majikannya ini tak
pernah tenang, selalu merasa gelisah setiap saat.
Suatu malam, saat duduk
berdua, majikan itu berkata, “Tahukah kamu, mengapa aku memperlakukan
kamu sebaik ini?” Budak itu balik bertanya, yang lalu dijawab oleh
majikannya, “Aku punya satu permintaan yang jika kamu bisa memenuhinya
aku akan sangat merasa gembira. Sebaliknya, jika kamu menolak
permintaanku ini aku akan sangat kecewa padamu.” Si budak
menjawab, “Saya akan menaati apa yang anda pinta. Anda telah berjasa
pada saya, anda telah memberi saya kebahagiaan.” Majikannya berkata, “
kau harus berjanji setia dan bersedia melakukan apa yang aku
perintahkan. Karena aku khawatir kau menolaknya.” Kata si budak, “Saya
berjanji akan melakukan apa yang anda kehendaki.” Majikannya
melanjutkan, “Permintaanku satu, kau harus memotong leherku di suatu
saat dan tempat tertentu.” Budak itu berseru, “Apa?! Bagaimana mugkin
aku melakukan hal itu?!” Majikannya menegaskan, “Itulah yang
kuinginkan.” Budaknya menolak, “Itu tak mungkin aku lakukan!” Tapi
majikannya bersikeras, “Kau sudah berjanji padaku. Kau harus
melakukannya.”
Di
suatu tengah malam, tuan itu membangunkan budaknya, memberinya sebilah
pisau tajam dan sekantung uang emas lalu mengajaknya untuk memanjat atap
rumah tetangganya. Ia lalu memerintahkan budaknya untuk menggorok
lehernya di situ. Sesudah itu budaknya boleh pergi kemana saja membawa
kantung uang emasnya. Budak itu ketakutan dan tidak mengerti, “Mengapa
tuan menginginkan aku berbuat seperti itu?”
Tuannya menjawab, “Aku membenci tetanggaku ini.
Ia memiliki usaha yang maju, keluarga yang bahagia dan anak-anak yang
berhasil dalam hidupnya. Aku sangat membenci orang ini, aku lebih suka
mati dari pada melihatnya. Kami bersaing, tapi ia mengalahkanku dalam
segala hal. Dendamku padanya berkobar-kobar. Aku menginginkan ia
dipenjara atas pembunuhan tipuan ini dan gagasan ini melegakanku. Semua
orang tahu ia sainganku, dengan begitu ia akan dihukum karena perbuatan
ini. Membayangkan ia masuk penjara saja sudah menjadi kebahagiaan yang
besar buatku.”
http://majlisdzikrullahpekojan.org
Malaikat Menunaikan Haji Untukmu
Seorang Tabi'in yang bernama Abdullah bin Mubarak berkata:
Aku adalah seorang yang sangat suka menunaikan ibadah haji. Bahkan setiap tahun aku selalu berhaji. Pernah pada suatu hari, seperti biasanya setiap aku akan menunaikan ibadah haji, aku mempersiapkan segala sesuatu untuk keperluan keberangkatanku. Aku pergi ke pasar unta dengan membawa lima ratus dinar untuk membeli seekor unta untuk perjalanan hajiku. Ternyata uangku tidak cukup untuk membeli seekor unta. Maka aku pulang kembali ke rumah. Namun di tengah perjalanan, aku melihat seorang wanita sedang berdiri di tempat sampah. Dia mengambil bangkai seekor ayam dan membersihkan bulu-bulunya, tanpa menyadari kehadiranku di dekatnya.
Aku menghampirinya dan berkata kepadanya, "Mengapa engkau melakukan ini, wahai hamba Allah?" Wanita itu menjawab, "Tinggalkan aku, dan urus saja urusanmu sendiri!"
Aku berkata, "Demi Allah, beritahukan kepadaku keadaanmu yang sebenarnya!" Wanita itu berkata, "Baiklah, akan kukatakan keadaanku yang sebenarnya karena engkau telah memaksaku dengan bersumpah atas nama Allah. Ketahuilah! Sesungguhnya aku adalah wanita Alawiyyah (keturunan nabi SAW). Aku mempunyai tiga orang anak kecil dan suamiku telah meninggal dunia. Sudah tiga hari ini, aku dan anak-anakku belum makan apa-apa. Aku sudah mencari sesuap nasi kemana-mana demi tiga orang anakku, namun aku tidak menemukannya selain bangkai ayam ini. Maka aku akan memasak bangkai ini karena ia halal untuk aku dan anak-anakku (darurat)."
Ketika aku mendengar apa yang dikatakan wanita itu, sungguh bulu kudukku langsung berdiri tegak, hatiku terasa tersayat-sayat oleh derita mereka. Aku berkata dalam hati, "Wahai Ibnu Mubarak, haji mana yang lebih mulia daripada menolong wanita ini?" Kemudian aku berkata kepada wanita itu, "Wahai wanita Alawiyyah, sesungguhnya bangkai ayam ini telah diharamkan untukmu. Bukalah bungkusanmu, aku ingin memberimu dengan sedikit pemberian. " Lalu wanita itu mengeluarkan sebuah bungkusan dan aku pun menumpahkan semua uang dinarku ke dalam bungkusan itu.
Wanita itu langsung berdiri tergesa-gesa karena bahagia dan dia mendoakan kebaikan untukku. Kemudian aku pulang ke rumah, sementara keinginanku untuk pergi haji sudah pupus. Lalu aku menyibukkan diri dengan banyak istighfar dan beribadah kepada Allah. Rombongan haji pun mulai berangkat ke Baitullah.
Ketika jamaah haji telah pulang dari Mekkah, aku keluar rumah untuk menyambut mereka. Aku menyalami mereka satu-persatu. Tetapi anehnya, setiap kali aku menyalami salah seorang dari mereka, dia selalu mengatakan, "Wahai Ibnu Mubarak, bukankah engkau melaksanakan haji bersama kami? Bukankah aku melihat kamu di tempat anu dan anu?"
Aku pun terheran-heran mendengar perkataan mereka itu. Kemudian setelah pulang ke rumah dan aku tidur malam harinya, aku bermimpi melihat Rasulullah SAW. Beliau bersabda kepadaku, "Wahai Ibnu Mubarak, engkau telah memberikan uang dinarmu kepada salah seorang keturunanku. Engkau telah melapangkan kesusahannya dan engkau telah memperbaiki kondisinya dan anak-anaknya. Maka Allah telah mengutus malaikat dalam rupamu. Malaikat itu menunaikan haji untukmu setiap tahun. Dan pahala untukmu akan mengalir terus hingga hari kiamat." Aku pun terbangun dari tidurku. Aku bersyukur dan memuji kepada Allah atas segala karunia-Nya kepadaku
Meludahi Kebahagiaan
Pada suatu hari seorang pedagang tiba di kota
Konya, sebuah kota di Negara Turki zaman dahulu. Pedagang itu tampak
gelisah. Rupa-rupanya perjalanan niaganya ke sejumlah kota mengalami
kerugian. Barang-barang dagangan habis, tetapi laba tak di dapatnya.
Kini dengan lesu sang pedagang berniat singgah sejenak untuk
beristirahat di kota Konya. Ia ingin menenangkan jiwanya sebentar dari
kesumpekan hidup yang tengah melandanya.
Kepada beberapa
kenalannya, sang pedagang minta diantarkan kepada para ulama untuk
meminta nasehat. Para sahabatnya lantas mengajak sang pedagang untuk
mengunjungi ulama setempat untuk mengadukan permasalahannya. Para ulama
kota itu memberinya sejumlah nasehat, namun pedagang itu merasa kurang
puas. Ia masih merasa ada yang mengganggu batinnya, sesuatu yang tak ia
ketahui namun membuat gelisah jiwanya.
Akhirnya sang
pedagang berkata pada para sahabatnya: “ antarkan aku lagi ke ulama di
kota ini yang benar-benar alim, ulama yang tidak cinta dunia. Agar aku
dapat mengambil manfaat dari ucapannya”.
Sahabatnya
berkata: “ seingatku, semua ulama di kota ini telah kita kunjungi. Tapi,
sebentar…memang ada seorang alim yang kita telah lupa mengunjunginya.
Dia adalah Syaikh Jalaluddin Rumi. Beliau adalah orang yang benar-benar
alim. Beliau telah membuang kecintaan pada dunia dan menukarnya dengan
cinta ilahi. Beliau benar-benar sudah tenggelam dalam rasa cinta yang
memabukkan kepada Tuhannya. Beliau kini tinggal di pinggir kota. Kita
telah melupakannya.”
Baru mendengar nama ulama
itu saja sudah membuat hati sang pedagang gembira. Ia merasa ulama yang
disebutkan sahabatnya itu mampu memberi jawaban atas kegundahannya
selama ini. Ia pun berjanji dalam hati, akan memberi sedikit dari sisa
uangnya kepada ulama itu.
Mereka pun berangkat ke
tempat sang ulama.
Waktu mereka tiba, mereka melihat sang ulama
sedang asyik membaca kitab di dalam rumahnya yang sederhana. Baru
melihat keteduhan dan pancaran kelembutan di wajah sang ulama, sudah
membuat airmata sang pedagang berlinang. Cahaya yang memancar dari wajah
ulama itu menerbitkan ketentraman di hatinya. Sang pedagang pun
mengucap salam.
Sambil tersenyum Syaikh Jalaluddin Rumi menjawab
salamnya dan berkata: “uang yang kau niatkan untuk kau berikan padaku
aku terima. Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan. Wahai pedagang,
sekarang apakah kau ingin tahu apa yang membuat hatimu gundah dan
usahamu terus-menerus rugi?”
Sambil bercucuran airmata
pedagang itu mengangguk.
Dengan tenang, Syaikh
Jalaluddin mengarahkan jari telunjuknya ke dinding. Tiba-tiba saja
dinding itu terbelah. Kemudian tampak pemandangan seorang yang
berpakaian compang-camping sedang tidur di sudut pasar.
“wahai pedagang, kau pernah melewati pasar ini dan
memandang jijik pada pengemis itu, lalu meludahinya. Dia adalah salah
satu kekasih Allah. Hatinya terluka oleh sikapmu padanya. Ia lalu
memohon kepada Allah. Karena doanya lah usahamu jadi terus-menerus rugi
dan hatimu selalu gelisah.”
Pedagang itu menjerit
menangisi perbuatannya. Syaikh lalu berkata:
“sekarang
pengemis itu ada di kota Firengistan di sebuah sudut
pasar. Datanglah kesana, mintalah maaf padanya, cium tangannya dan
biarkan airmata penyesalanmu membasahi telapak kakinya. Sampaikan salam
takzimku padanya.”
Pedagang itu lalu pamit dan bergegas menuju kota
yang dimaksud. Sampai disana ia mendapati kebenaran kata-kata Rumi.
Pengemis itu ada disana. Dengan penuh penyesalan pedagang itu meminta
maaf dan mencium telapak kaki pengemis itu sambil berlinangan airmatanya.
Dalam hidup ini mungkin kita mengalami seperti yang
dialami pedagang itu. Kesumpekan, kegelisahan, kegagalan usaha, dan
kesialan yang terus membuntuti. Itu mungkin karena kita telah sengaja
atau tanpa sengaja menyakiti hati orang-orang yang dicintai Allah. Kita
sudah meludahi dan memandang jijik tempat atau orang-orang yang menjadi
penyebab turunnya kemuliaan dan kebahagiaan buat kita, sehingga
kemuliaan dan kebahagiaan untuk kita dibatalkan. Kita telah menghina
kehormatan orang-orang yang dihormati Allah, sehingga kita pun
kehilangan kehormatan kita dihadapan Allah.
Wallahu a'lam..
Berubah Nasib Karena Sombong
Diriwayatkan oleh ulama, pada suatu ketika di sebuah desa hidup
seorang saudagar yang kaya-raya. Saudagar ini memiliki tanah dan kebun
yang luas serta perniagaan yang berhasil. Ia juga memiliki istri yang
sangat cantik. Pada suatu pagi istri saudagar ini menyiapkan makanan
yaitu ayam bakar, untuk sarapan suaminya. Ketika mereka berdua hendak
makan, tiba-tiba datanglah seorang pengemis yang kelaparan di muka
rumahnya. Pengemis itu berkata sambil merintih, "Tuan, kasihanilah saya.
Sudah beberapa hari ini saya belum makanan. Saya mohon berikanlah
sedikit makanan yang tuan punya untuk saya." Istri saudagar hendak
memberikan sebagian makanan yang terhidang, tapi dilarang oleh suaminya.
Lalu saudagar itu bangkit membentak si pengemis, "Dasar orang pemalas,
pagi-pagi sudah mengemis di muka pintuku! Apa kau tak tahu, semua
kekayaan ini kuperoleh dengan kerja kerasku?! Dan kau enak saja
meminta-minta dariku. Pergi sana!" Pengemis itu pun pergi dengan
meneteskan airmata kesedihannya.
Tahun demi tahun berlalu. Istri sang saudagar telah bercerai dengan suaminya dan menikah lagi dengan seorang yang kaya. Pada suatu pagi, istri itu menyiapkan sarapan kesukaan suami barunya, yakni ayam bakar. Setelah selesai, mereka pun makan bersama. Ketika tengah asyik bersantap, datanglah seorang pengemis meminta-minta makanan di muka rumah mereka. Sang suami lalu menyuruh istrinya untuk memberikan sebagian hidangan ayam bakar kepada si pengemis di luar. Istrinya lalu mengantarkan makanan itu. Begitu masuk kembali ke dalam rumah, si suami melihat istrinya menangis tersedu-sedu.
Kata sang suami, "Kenapa kamu menangis?" Istrinya menjawab, "Pengemis itu adalah mantan suamiku. Ketahuilah, dulu aku memiliki suami yang kaya-raya. Tak lama kemudian kekayaannya habis dan dia menceraikan aku. Pada suatu pagi ia pernah mengusir seorang pengemis kelaparan di depan rumah kami. Sekarang Allah merubah nasibnya menjadi seorang pengemis."
"Mengapa kau heran dengan hal itu," kata sang suami, "Aku adalah pengemis yang diusir suami
Tahun demi tahun berlalu. Istri sang saudagar telah bercerai dengan suaminya dan menikah lagi dengan seorang yang kaya. Pada suatu pagi, istri itu menyiapkan sarapan kesukaan suami barunya, yakni ayam bakar. Setelah selesai, mereka pun makan bersama. Ketika tengah asyik bersantap, datanglah seorang pengemis meminta-minta makanan di muka rumah mereka. Sang suami lalu menyuruh istrinya untuk memberikan sebagian hidangan ayam bakar kepada si pengemis di luar. Istrinya lalu mengantarkan makanan itu. Begitu masuk kembali ke dalam rumah, si suami melihat istrinya menangis tersedu-sedu.
Kata sang suami, "Kenapa kamu menangis?" Istrinya menjawab, "Pengemis itu adalah mantan suamiku. Ketahuilah, dulu aku memiliki suami yang kaya-raya. Tak lama kemudian kekayaannya habis dan dia menceraikan aku. Pada suatu pagi ia pernah mengusir seorang pengemis kelaparan di depan rumah kami. Sekarang Allah merubah nasibnya menjadi seorang pengemis."
"Mengapa kau heran dengan hal itu," kata sang suami, "Aku adalah pengemis yang diusir suami
73 Golongan Umat Nabi SAW
Tentang Islam akan terpecah menjadi banyak golongan
“Akan ada
segolongan umatku yang tetap atas Kebenaran sampai Hari Kiamat dan
mereka tetap atas Kebenaran itu.” HR. Bukhari dan Muslim.
Rasulullah
Saw lewat riwayat Jabir Ibnu Abdullah bersabda :
“ Akan ada generasi penerus
dari umatku yang akan memperjuangkan yang haq, kamu akan mengetahui
mereka nanti pada hari kiamat, dan kemudian Isa bin Maryam akan datang,
dan orang-orang akan berkata, “Wahai Isa, pimpinlah jamaa’ah (sholat),
ia akan berkata, “Tidak, kamu memimpin satu sama lain, Allah memberikan
kehormatan pada umat ini (Islam) bahwa tidak seorang pun akan memimpin
mereka kecuali Rasulullah SAW dan orang-orang mereka sendiri.”
Hadis tentang
sejumlah 73 golongan yang terpecah dalam Islam
Abu
Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda :
“Orang-orang Yahudi terpecah
kedalam 71 atau 72 golongan, demikian juga orang-orang Nasrani,
dan umatku akan terbagi kedalam 73 golongan.” HR. Sunan Abu Daud.
Dalam
sebuah kesempatan, Muawiyah bin Abu Sofyan berdiri dan memberikan
khutbah dan dalam khutbahnya diriwayatkan bahwa dia berkata, “Rasulullah SAW bangkit dan
memberikan khutbah, dalam khutbahnya beliau berkata, 'Millah
ini akan terbagi ke dalam 73 golongan, seluruhnya akan masuk neraka,
(hanya) satu yang masuk surga, mereka itu Al-Jamaa’ah, Al-Jamaa’ah. Dan
dari kalangan umatku akan ada golongan yang mengikuti hawa nafsunya,
seperti anjing mengikuti tuannya, sampai hawa nafsunya itu tidak
menyisakan anggota tubuh, daging, urat nadi (pembuluh darah) maupun
tulang kecuali semua mengikuti hawa nafsunya.” HR. Sunan Abu
Daud.
Dari Auf bin Malik, dia berkata bahwa Rasulullah Saw
bersabda:"Yahudi telah
berpecah menjadi 71 golongan, satu golongan di surga dan 70 golongan di
neraka. Dan Nashara telah berpecah belah menjadi 72 golongan,
71 golongan di neraka dan satu di surga. Dan demi Allah yang jiwa
Muhammad ada dalam tangan-Nya umatku ini pasti akan berpecah belah
menjadi 73 golongan, satu golongan di surga dan 72 golongan di neraka."
Lalu beliau ditanya: "Wahai Rasulullah siapakah mereka ?" Beliau
menjawab: "Al Jamaah." HR Sunan Ibnu Majah.
Anas bin Malik
meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Orang-orang Bani Israil akan terpecah
menjadi 71 golongan dan umatku akan terpecah kedalam 73 golongan,
seluruhnya akan masuk neraka, kecuali satu, yaitu Al-Jamaa’ah.” HR.
Sunan Ibnu Majah.
“Bahwasannya
bani Israel telah berfirqah sebanyak 72 firqah
dan akan berfirqah umatku sebanyak 73 firqah, semuanya akan masuk Neraka
kecuali satu.” Sahabat-sahabat yang mendengar ucapan ini bertanya:
“Siapakah yang satu itu Ya Rasulullah?” Nabi menjawab: ” Yang satu itu
ialah orang yang berpegang sebagai peganganku dan pegangan
sahabat-sahabatku.” HR Imam Tirmizi.
Abdullah Ibnu Amru
meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda : “Umatku akan menyerupai Bani
Israil selangkah demi selangkah. Bahkan jika seseorang dari mereka
menyetubuhi ibunya secara terang-terangan, seseorang
dari umatku juga akan mengikutinya. Kaum Bani Israil terpecah menjadi
72 golongan. Umatku akan terpecah menjadi 73 golongan,
seluruhnya akan masuk neraka, hanya satu yang masuk surga.” Kami (para
shahabat) bertanya, “Yang mana yang selamat ?” Rasulullah Saw menjawab, “
Yang mengikutiku dan para shahabatku.” HR Imam Tirmizi.
Diriwayatkan
oleh Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Orang-orang Yahudi terbagi
dalam 71 golongan atau 72 golongan dan Nasrani pun demikian. Umatku akan
terpecah menjadi 73 golongan.” HR Imam Tirmizi.
Diriwayatkan
oleh Imam Thabrani, ”Demi
Tuhan yang memegang jiwa Muhammad di
tangan-Nya, akan berpecah umatku sebanyak 73 firqah, yang satu masuk
Syurga dan yang lain masuk Neraka.” Bertanya para Sahabat: “Siapakah
(yang tidak masuk Neraka) itu Ya Rasulullah?” Nabi menjawab:
“Ahlussunnah wal Jamaah.”
Mu’awiyah Ibnu Abu Sofyan
meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Ahlul kitab (Yahudi dan
Nasrani) dalam masalah agamanya terbagi menjadi 72 golongan dan dari
umat ini (Islam) akan terbagi menjadi 73 golongan, seluruhnya masuk
neraka, satu golongan yang akan masuk surga, mereka itu Al-Jamaa’ah,
Al-Jamaa’ah. Dan akan ada dari umatku yang mengikuti hawa nasfsunya
seperti anjing mengikuti tuannya, sampai hawa nafsunya itu tidak
menyisakan anggota tubuh, daging, pembuluh darah, maupun tulang kecuali
semua mengikuti hawa nafsunya. Wahai orang Arab! Jika kamu tidak bangkit
dan mengikuti apa yang dibawa Nabimu…” HR.Musnad Imam Ahmad.
Umat
Islam terpecah menjadi 7 golongan besar yaitu:
1.
Mu'tazilah, yaitu kaum yang mengagungkan akal pikiran dan
bersifat filosofis, aliran ini dicetuskan oleh Washil bin Atho (700-750
M) salah seorang murid Hasan Al Basri.
Mu’tazilah memiliki 5
ajaran utama, yakni :
- Tauhid. Mereka berpendapat :
- Sifat Allah ialah dzatNya itu sendiri.
- al-Qur'an ialah makhluk.
- Allah di alam akhirat kelak tak terlihat mata manusia. Yang terjangkau mata manusia bukanlah Ia.
- Keadilan-Nya. Mereka berpendapat bahwa Allah SWT akan memberi imbalan pada manusia sesuai perbuatannya.
- Janji dan ancaman. Mereka berpendapat Allah takkan ingkar janji: memberi pahala pada muslimin yang baik dan memberi siksa pada muslimin yang jahat.
- Posisi di antara 2 posisi. Ini dicetuskan Wasil bin Atha yang membuatnya berpisah dari gurunya, bahwa mukmin berdosa besar, statusnya di antara mukmin dan kafir, yakni fasik.
- Amar ma’ruf (tuntutan berbuat baik) dan nahi munkar (mencegah perbuatan yang tercela). Ini lebih banyak berkaitan dengan hukum/fikih.
Aliran
Mu’tazilah berpendapat dalam masalah qada dan qadar, bahwa manusia
sendirilah yang menciptakan perbuatannya. Manusia dihisab berdasarkan
perbuatannya, sebab ia sendirilah yang menciptakannya.
Golongan Mu'tazilah pecah
menjadi 20 golongan.
2. Syiah, yaitu kaum
yang mengagung-agungkan Sayyidina Ali Kw, mereka tidak mengakui khalifah
Rasyidin yang lain seperti Khlifah Sayyidina Abu Bakar, Sayidina Umar
dan Sayyidina Usman bahkan membencinya. Kaum ini di sulut oleh Abdullah
bin Saba, seorang pendeta yahudi dari Yaman yang masuk islam. Ketika ia
datang ke Madinah tidak mendapat perhatian dari khalifah dan umat islam
lainnya sehingga ia menjadi jengkel. Golongan Syiah pecah menjadi 22 golongan dan yang
paling parah adalah Syi'ah Sabi'iyah.
3. Khawarij,
yaitu kaum yang sangat membenci Sayyidina Ali Kw, bahkan mereka
mengkafirkannya. Salah satu ajarannya Siapa orang yang melakukan dosa
besar maka di anggap kafir. Golongan Khawarij Pecah menjadi 20 golongan.
4.
Murjiah.
- Al-Murji’ah meyakini bahwa seorang mukmin cukup hanya mengucapkan “Laailahaillallah” saja dan ini terbantah dengan pernyataan hadits bahwa dia harus mencari dengan hal itu wajah Allah, dan orang yang mencari tentunya melakukan segala sarananya dan konsekuensi-konsekuensi pencariannya sehingga dia mendapatkan apa yang dia cari dan tidak cukup hanya mengucapkan saja. Jadi menurut al-murji’ah bahwa cukup mengucapkan “Laailahaillallah” dan setelah itu dia berbuat amal apa saja tidak akan mempengaruhi keimanannya, maka ini jelas bertentangan dengan hadits “dia mencari dengan itu wajah Allah”, maka ini adalah bentuk kesesatan al-murji’ah.
- Al-Mu’tazilah dan Al-Khawarij meyakini bahwa seorang yang melakukan dosa-dosa besar kekal didalam api neraka, dan ini terbantah dengan sabda Rasulullah “sesungguhnya Allah mengharamkan atas api neraka orang yang mengucapkan Laailahaillallah”. Menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah bahwasanya pengharaman api neraka membakar orang-orang yang mengucapkan “Laailahaillallah” itu ada dua, pertama pengharaman secara mutlak dan ini bagi orang yang mengucapkan “Laailahaillallah” dengan mendatangkan seluruh syarat-syaratnya, konsekuensi-konsekuensinya dan kandungan-kendungannya sehingga dia terlepas dari syirik besar, syirik kecil dan perbuatan-perbuatan dosa besar, kalaupun dia terjatuh kepada perbuatan dosa maka dia bertaubat dan tidak terus menerus diatasnya, maka orang yang sempurna tauhidnya seperti ini diharamkan api neraka untuk membakarnya secara mutlak, yakni dia tidak disentuh oleh api neraka sama sekali. Kemudian yang kedua, yaitu pengharaman yang tidak mutlak dan bersifat kurang, yang dimaksud yaitu pengharaman untuk kekal didalam api neraka, ini bagi orang-orang yang kurang tauhidnya sehingga dia terjatuh kedalam syirik kecil atau dosa-dosa besar yang dia terus menerus didalamnya, maka orang yang demikian ini diharamkan atas api neraka untuk membakarnya dalam jangka waktu yang kekal selama dia belum mengugurkan tauhidnya ketika didunia. Oleh karena itu pendapat al-mu’tazilah dan al-khawarij yang menyatakan bahwa pelaku dosa besar kekal didalam api neraka, ini adalah pendapat yang bertentangan dengan sunnah Rasulullah.
- Tidak ada dzikir yang lebih utama didunia ini kecuali “Laailahaillallah”.
- Salah satu sebab dikabulkannya doa adalah dengan menggunakan sifat Allah dan nama-Nya, secara khusus memanggil Allah dengan uluhiyah-Nya, meminta dan berdoa kepada Allah dengan menyebutkan rububiyah-Nya.
“Laailahaillallah”
merupakan dzikir dan doa, disebut dengan doa karena orang yang
mengucapkan “Laailahaillallah” mengharapkan ridha Allah dan ingin sampai
kepada surga-Nya.
Golongan
Murjiah pecah menjadi 5 golongan.
5. Najariyah,
Kaum yang menyatakan perbuatan manusia adalah mahluk, yaitu dijadikan
Tuhan dan tidak percaya pada sifat Allah yang 20. Golongan Najariyah pecah
menjadi 3 golongan.
6. Al Jabbariyah, Kaum
yang berpendapat bahwa seorang hamba adalah tidak berdaya apa-apa
(terpaksa), ia melakukan maksiyat semata-mata Allah yang melakukan. Golongan Al Jabbariyah pecah
menjadi 1 golongan.
7. Al Musyabbihah / Mujasimah,
kaum yang menserupakan pencipta yaitu Allah dengan manusia, misal
bertangan, berkaki, duduk di kursi. Golongan Al Musyabbihah / Mujasimah pecah menjadi 1
golongan.
Dan satu golongan yang selamat adalah Ahli Sunah Wal Jama'ah.
Ahli Sunah wal Jama'ah.
1.
Pengertian.
Secara etimologi Ahli adalah
kelompok/keluarga/pengikut. Sunah adalah perbuatan-perbuatan Rasulullah
yang diperagakan beliau untuk menjelaskan hukum-hukum Al Qur'an yang
dituangkan dalam bentuk amalan. Al Jama'ah yaitu Al Ummah ( Al Munjid)
yaitu sekumpulan orang-orang beriman yang di pimpin oleh imam untuk
saling bekerjasama dalam hal urusan yang penting.
Menurut istilah
Ahli Sunah wal Jama'ah adalah sekelompok orang yang mentaati sunah
Rasulullah secara berjama'ah, atau satu golongan umat islam di bawah
satu komando untuk urusan agama islam sesuai dengan ajaran Rasulullah
dan para sahabatnya.
2.Syarat terbentuknya Al Jama'ah.
Secara
singkat telah diterangkan oleh Sayyidina Umar RA: " Tidak ada islam
kecuali dengan jama'ah, Tidak ada jama'ah kecuali dengan imam, Tidak ada
imam kecuali dengan Bai'at, Tidak ada bai'at kalau tidak ada taat.
Dan
bai'at bukanlah syahadat, sebagaimana yang diyakini oleh mereka yang
salah, dan apalagi dengan pengkafiran diluar kelompok tersebut.
3.
Terpeliharanya Islam.
Dalam masa-masa kerusakan islam Allah
menunjukkan kasih sayangnya dengan membangkitkan para mujadidnya setiap
100 tahun sekali yang meluruskan kembali pemahaman ajaran Rasul sesuai
dengan kebutuhan pemahaman mereka saat itu hingga turunnya masa imam
Mahdi.
Dari berbagai sumber.
Tentang Ziarah Kubur
Biasanya setiap
hari Jumat atau sebelum menjelang bulan Ramadhan dan di Hari Raya ,
komplek pemakaman ramai tidak sedikit dikunjungi orang-orang yang
berziarah. Ada yang berziarah ke makam orang tuanya. Ada yang berziarah
ke makam sanak familinya atau kerabatnya. Ada pula yang berziarah ke
makam para sesepuh dan ulama. Hal ini demi untuk mendoakan mereka yang
telah mendahului kita agar Allah memberikan kepada mereka rahmah dan
ampunan dan mengharamkan jasad-jasad mereka dari sentuhan api neraka.
Rasulullah SAW,
sebagaimana diriwayatkan Abu Daud, pada awal sejarah Islam pernah
melarang umat Islam untuk berziarah kubur. Beliau khawatir umat Islam
mengkultuskan kuburan, berlaku syirik, atau bahkan menyembah kuburan.
Tapi setelah keimanan umat Islam meningkat dan kuat. Maka Rasulullah SAW
tidak khawatir lagi. Nabi pun kemudian bersabda : "Aku dulu melarang kamu
berziarah kubur. Sekarang, aku anjurkan melakukannya. Sebab bisa
mengingatkan kita kepada akhirat". Maka tradisi
berziarah ini sangat baik dan terpuji demi mengingatkan kita semua,
termasuk orang kaya, pamong praja, dan berpangkat, bahwa satu hari hidup
kita pasti akan berakhir di pekuburan. Semua kemegahan hidup, rela tak
rela, harus ditinggalkan dan kita harus terima babak baru perjalanan
menghuni liang kubur yang luasnya sekitar 1 x 2 meter saja.
Telah ditetapkan dalam
hadits yang diriwayatkan oleh Muslim, bahwa Rasulullah SAW telah
menganjurkan kita, disaat memasuki kompleks pemakaman, agar mengucapkan
salam kepada ahli kubur seperti memberi salam kepada orang hidup: "Salam
sejahtera bagimu penghuni kubur dari kaum Mukminin dan Mukminat. Dan
kami Insya Allah akan betemu dengan kalian. Kamu adalah orang orang yang
mendahului kami dan kami akan menyusul kalian. Kami bermohon kepada
Allah keselamatan bagi kami dan kalian".
Karena mereka (ahli
kubur) mendengar, melihat, mengetahui dan membalas salam kita, akan
tetapi kita tidak bisa mendengar mereka. Ucapan salam biasanya diberikan
kepada orang yang mendengar dan berakal..Jika tidak, maka ucapan ini
tidak mempunyai fungsi atau seolah-olah bersalam kepada benda mati yang
tidak mendengar dan berakal. Para salaf shaleh, mereka semua bersepakat
dengan apa yang telah ditetapkan Rasulullah SAW dan dijadikan sesuatu
yang mutawatir (diterima kebenarannya) yang mana ahli kubur (mayyit)
mengetahui orang yang berziarah dan mendapatkan ketenangan dengan
kedatangannya.
Sesuai dengan hadist
yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari bahwa mayyit setelah dikubur
mendengar suara sandal orang yang mengantarkannya ke kuburan. Dari
A'isyah ra sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda : " Tidaklah diantara kalian
berziarah kuburan saudaranya dan duduk disisinya, kecuali ia (mayyit)
telah mendapatkan ketenangan dan ia hadir (datang) untuk menjawab
salamnya sampai yang berziarah berdiri (pulang)".
Diriwayatkan oleh Abi
Hurairah ra.. bahwa Rasulullah SAW berkata : "jika seseorang melewati
kuburan saudaranya dan memberi salam kepadanya, maka ia (mayyit) akan
menjawab salamnya dan mengetahui siapa yang menziarahinya. Dan apabila
seseorang melewati kuburan seseorang yang tidak dikenal kemudian memberi
salam, maka ia (mayyit) akan mejawab salamnya".
Dari Ibnu Abdul Barr
sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda : "Jika seorang Muslim melewati
kuburan saudaranya yang pernah dikenal di dunia, kemudian memberi salam
kepadanya, maka Allah akan mengembalikan ruhnya kepadanya untuk menjawab
salamnya". Diriwatkan oleh Bukhari Muslim, pernah
Rasulullah SAW menyuruh mengubur orang orang kafir yang meninggal dalam
peperangan Badar di kuburan Qulaib. Kemudian beliau berdiri di muka
kuburan dan memanggil nama nama mereka satu persatu : " Wahai Fulan bin Fulan!! ..
Wahai Fulan bin Fulan!!.. Apakah kamu mendapatkan apa yang telah
dijanjikan Allah kepada kamu? Sesungguhnya aku telah mendapatkan apa
yang telah dijanjikan Allah kepada ku ". Sayyidina Umar bin Khattab yang
berada disamping Nabi bertanya : " Ya Rasulullah sesungguhnya kamu
telah berbicara dengan orang-orang yang sudah usang (mati)". Maka
Rasulullah SAW pun berkata : "Demi Yang telah mengutus aku dengan
kebenaran, sesungguhnya kamu tidak lebih mendengar dari mereka dengan
apa yang aku katakan". Ini semuanya merupakan nash-nash
dan dalil-dalil yang menyatakan bahwa mayit itu mendengar, melihat ,
mengetahui dan membalas salam seseorang.
Dan masih banyak lagi hadits-hadits yang menerangkan
bahwa ahli kubur (mayyit) itu mendengar, melihat, mengetahui apa yang
terjadi disekitarnya dan membalas salam kita seperti orang hidup. Karena
mereka (ahli kubur) tidak mati. Akan tetapi mereka berpindah dari satu
alam ke alam yang lain, dari alam dunia ke alam barzakh. Allah berfirman
didalam Surat al Mu’minun ayat 100 yang berbunyi : “ Sekali lagi tidak.
Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan
mereka (ahli kubur) ada barzakh sampai hari mereka dibangkitkan “.
Imam Muslim meriwayatkan bahwa
Rasulullah SAW dan sahabatnya pernah melewati salah satu kuburan
Muslimin. Setelah memberi salam kepada ahli kubur, tiba-tiba Rasulullah
berhenti di dua kuburan. Kemudian beliau berpaling kepada sahabatnya dan
bersabda : "Kalian tahu bahwa kedua penghuni kuburan ini sedang diazab
di dalam kubur? Mereka tidak diazab karena dosa-dosa dan kesalahan
mereka yang besar. Akan tetapi mereka diazab karena dosa-dosa dan
kesalahan mereka yang sepele dan kecil. Yang pertama diazab karena suka
berbuat namimah (mengadu domba/fitnah) dan yang kedua diazab karena
tidak beristinja' (tidak cebok setelah hadats kecil)". Kemudian
Rasulullah SAW memetik dua tangkai pohon dan ditancapkannya di kedua
kuburan tersebut. Sahabat bertanya apa maksud dari yang telah dilakukan
Rasulullah SAW itu. Beliau bersabda : "Allah memberi keringanan azab
bagi kedua penghuni kubur tersebut semasih tangkai-tangkai pohon itu
basah dan belum kering. Kaerna tangkai- tangkai pohon tersebut
beristighfar untuk penghuni kubur yang sedang diazab".
Sekarang, jika Allah
memberi keringanan azab kepada ahli kubur karena istighfar sebatang
pohon, istighfar seekor binatang, istighfar sebuah batu, pasir dan
kerikil atau benda-benda mati lainnya yang tidak berakal. Apalagi
istighfar kita sebagai manusia yang berakal dan beriman kepada Nya .
Dalam kitab Subulus Salam, Ash-Shona’i telah menegaskan bahwa ziarah
kubur merupakan hikmah bagi kita yang hidup, agar kita bisa mengambil
i’tibar dan contoh yang baik dari saudara-saudara kita yang telah
mendahului kita. Pula telah diterangkan dalam kitab tersebut bahwa ahli
kubur (mayyit) mendengar, melihat, mengetahui dan membalas salam orang
yang berziarah sama seperti menziarahi orang hidup. Cukup bagi yang
datang ke pemakaman diberi nama “penziarah“. Maka pasti yang diziarahi
(ahli kubur) mengetahui siapa yang menziarahinya. Tidak mungkin
dinamakan “penziarah“ jika yang diziarahinya tidak mengetahui siapa yang
menziarahinya.
Pula memberi salam
kepada ahli kubur. Jika ahli kubur tidak mendengar dan mengetahui siapa
yang memberi salam, hal ini sama saja dengan memberi salam kepada benda
jamad atau benda mati. Maka ucapan salam diberikan kepada yang hidup,
berakal, dan mendengar salam yang diberikan kepadanya.
Contohnya, dalam kitab
al-Ruh, Ibnu Qayyim al-Jauziyyah meriwayatkan bahwa al-Fadhil bin
Muaffaq disaat ayahnya meninggal dunia, sangat sedih sekali dan
menyesalkan kematiannya. Setelah dikubur, ia selalu menziarahinya hampir
setiap hari. Kemudian setelah itu mulai berkurang dan malas karena
kesibukannya. Pada suatu hari dia teringat kepada ayahnya dan segera
menziarahinya. Disaat ia duduk di sisi kuburan ayahnya, ia tertidur dan
melihat seolah-olah ayahnya bangun kembali dari kuburan dengan kafannya.
Ia menangis di saat melihatnya. Ayahnya berkata : “wahai anakku kenapa
kamu lalai tidak menziarahiku? Al-Fadhil berkata : “ Apakah kamu
mengetahui kedatanganku? ” Ayahnya pun menjawab : “ Kamu pernah datang
setelah aku di kubur dan aku mendapatkan ketenangan dan sangat gembira
dengan kedatanganmu begitu pula teman-temanku yang di sekitarku sangat
gembira dengan kedatanganmu dan mendapatkan rahmah dengan doa-doamu”.
Mulai saat itu ia tidak pernah lepas lagi untuk menziarahi ayahnya .
Pada zaman paceklik,
Bisyir bin Mansur selalu datang ke kuburan muslimin dan menghadiri solat
jenazah. Di sore harinya seperti biasa dia berdiri dimuka pintu kuburan
dan berdoa : “Ya Allah berikan kepada mereka kegembiraan di saat mereka
merasa kesepian. Ya Allah berikan kepada mereka rahmat di saat mereka
merasa menyendiri. Ya Allah ampunilah dosa-dosa mereka dan terimalah
amal-amal baik mereka “. Bisyir berdoa di kuburan tidak lebih dari
doa-doa yang tersebut diatas. Pernah satu hari, dia lupa tidak datang ke
kuburan karena kesibukannya dan tidak berdoa sebagaimna ia berdoa
setiap hari untuk ahli kubur.. Pada malam harinya dia bermimpi bertemu
dengan semua ahli kubur yang selalu di ziarahinya. Mereka berkata :
“Kami terbiasa setiap hari diberikan hadiah darimu dengan doa-doa. maka
janganlah kamu putuskan doa-doa itu“.
Jika dalam berdoa ada adab-adab dan
waktu-waktu yang mustajab dan diterima. Begitu pula dalam berziarah ada
adab-adab dan waktu-waktu yang baik untuk berziarah. Adapun waktu yang
baik dan tepat untuk berziarah adalah hari Jumat. Sebagimana Sufyan
al-Tsauri telah diberitahukan oleh al-Dhohhak bahwa siapa yang berziarah
kuburan pada hari Jum’at dan Sabtu sebelum terbit matahari maka ahli
kubur mengetahui kedatangannya. Hal itu kaerna kebesaran dan kemuliaan
hari Jum’at. Pernah Hasan al Qassab dan kawannya datang berziarah
kekuburan muslimin. Setelah mereka memberi salam kepada ahli kubur dan
mendoakannya, mereka kembali pulang. Di perjalanan ia bertemu dengan
salah satu temannya dan berkata kepada Hasan al-Qassab : “Ini hari
adalah hari Senin. Coba kamu bersabar, karena menurut Salaf bahwa ahli
kubur mengetahui kedatangan kita di hari Jumat dan sehari sebelumnya
atau sehari sesudahnya”. (lihat kitab al-Ruh)
Disebut dalam kitab al-Ruh bahwa Ibunya Utsman al
Tofawi di saat datang sakaratul maut, berwasiat kepada anaknya : “Wahai
anakku yang menjadi simpananku di saat datang hajatku kepadamu. Wahai
anakku yang menjadi sandaranku di saat hidupku dan matiku. Wahai anakku
janganlah kamu lupa padaku meziarahiku setelah wafatku“. Setelah ibunya
meninggal dunia, ia selalu datang setiap hari Jum’at ke kuburannya,
berdoa dan beristighfar bagi arwahnya dan bagi arwah semua ahli kubur.
Pernah suatu hari Utsman al Tofawi bermimpi melihat ibunya dan berkata :
“Wahai anakku, sungguh kematian itu suatu bencana yang sangat besar.
Akan tetapi, Alhamdulillah, aku bersyukur kepada Nya sungguh aku
sekarang berada di Barzakh yang penuh dengan kenikmatan. Aku duduk di
tikar permadani yang penuh dengan rauhan dan raihanah dengan sandaran
dipan-dipan yang dibuat dari sutera halus dan sutera tebal. Demikianlah
keadaanku sampai datangnya hari kebangkitan”.. Utsman al Tofawi betanya :
“ Ibu!.. Apakah kamu perlu sesuatu dari ku ? “ Ibunya pun menjawab :
“Ya!..Kamu jangan putuskan apa yang kamu telah lakukan untuk
menziarahiku dan berdoa bagiku. Sesungguhnya aku selalu mendapat
kegembiraan dengan kedatanganmu setiap hari Jum’at. Jika kamu datang ke
kuburanku semua ahli kubur menyambut kedatanganmu dengan gembira“.
Diriwayatkan dalam kitab
Ar-Ruh, bahwa salah satu dari keluarga Ashim al Jahdari pernah bermimpi
melihatnya dan berkata kepadanya : “ Bukankan kamu telah meninggal
dunia? Dan dimana kamu sekarang? “ Ashim berkata : “ Saya berada
diantara kebun-kebun surga. Saya bersama teman-teman saya selalu
berkumpul setiap malam Jum’at dan pagi hari Jum’at di tempat Abu Bakar
bin Abdullah al Muzni. Disana kita mendapatkan berita-berita tentang
kamu di dunia”. Kemudian saudaranya yang bermimpi bertanya : “Apakah
kalian berkumpul dengan jasad-jasad kalian atau dengan ruh-ruh kalian? “
Maka mayyit itu ( Ashim al-Jahdari ) berkata : “ Tidak mungkin kami
berkumpul dengan jasad-jasad kami karena jasad- jasad kami telah usang.
Akan tetapi kami berkumpul dengan ruh-ruh kami “.. Kemudian ditanya :
“Apakah kalian mengetahui kedatangan kami ? “. Maka dijawab : “ Ya!..
Kami mengetahui kedatangan kamu pada hari Jum’at dan pagi hari Sabtu
sampai terbit matahari “. Kemudan ditanya : “ Kenapa tidak semua
hari-hari kamu mengetahui kedatangan kami? “. Ia (mayyit) pun menjawab :
“ Ini adalah dari kebesaran dan keafdholan hari Jum’at “.
Tradisi berziarah adalah
tradisi yang tetap hidup dengan segala warna-warninya dan merupakan
suatu hikmah dari Allah dan sunah Rasulullah yang baik, terpuji dan
patut dingat maknanya sedalam-dalamnya agar bisa mengingatkan diri kita
bahwa hidup ini akan berakhir dengan kematian..
Wallahu a’lam..
Langganan:
Postingan (Atom)